Latest Movie :
SELAMAT DATANG DAN SLAMAT MEMBACA BLOG SAYA YANG SEDERHANA INI santun saya PUJANGGA HINA
Recent Movies
Showing posts with label agama. Show all posts
Showing posts with label agama. Show all posts

Syarat Syah Syahadat Ada 8

Syarat Syah Syahadat Ada 8



berbagi-kreativitas.blogspot.com - Kalimat Syahadat mempunyai beberapa syarat, wajib bagi setiap muslim untuk mengetahuinya dan melaksanakannya pada kehidupannya. Syarat-syarat tersebut dapat diketahui dengan menelaah Al-Qur’an dan As-Sunnah. 

Syarat syahadat adalah sesuatu perkara yang apabila tidak ada keberadaannya maka yang disyaratkannya itu tidak sempurna. Jadi jika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadatnya itu tidak syah.

1. ‘Ilmu (mengetahui) makna Laa ilaaha illallah
Dalilnya adalah firman Allah :
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah. “ (Muhammad: 19)

Imam Muslim meriwayatkan dari Utsman bin Affan bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia dan mengetahui bahwa tidak ada sembahan yang haq selain Allah, ia masuk Surga.”

Yang dimaksud dengan ‘ilmu disini adalah mengetahui dengan sebenar-benarnya akan makna yang ditunjukkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan apa yang dituntut dari pengertian dua kalimat syahadat tersebut.

Lawan kata ‘ilmu adalah jahl/bodoh. Dan kebodohan inilah yang menyebabkan orang-orang musyrik dari kelompok umat ini menyelewengkan pengertian syahadat. Karena mereka tidak mengerti tentang makna Ilah (sesembahan yang haq), tidak mengerti maksud kalimat syahadat adalah dari pengertiannya. Itulah yang ditentang oleh orang-orang musyrik yang tidak mengerti makna yang sebenamya itu, sebagaimana ucapan mereka:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja?” (Shad: 5)

Dan mereka juga berkata:
“Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu “ (Shad: 6)

2. Yakin; dan lawan katanya adalah ragu, bimbang, berprasangka, praduga.
Maksudnya adalah barangsiapa yang mengucapkan dua kalimat syahadat hendaknya hatinya yakin dan benar-benar mempercayai apa yang dia ucapkan, ia benar-benar yakin akan ke-Ilahiyahan Allah Subhanahu WaTa'ala dan kenabian Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam, dan benar-benar meninggalkan segala bentuk ke-Ilahiyahan selain Allah Subhanahu WaTa'ala atau jangan menyembah Tuhan selain Allah Subhanahu WaTa'ala, dan menolak atauh jangan mempercayai juga  ucapan orang-orang yang mengaku-ngaku nabi sesudah Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam .

Jika ia ragu-ragu terhadap pengertian yang sebenarnya atau bimbang dalam tidak penyembahan kepada selain Allah, maka dua kalimat syahadat tersebut tidak memberikan manfaat baginya atau tidak syah syahadatnya.

Dalil dari syarat ini (yakin) adalah hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah, dari Nabi yang bersabda mengenai dua kalimat syahadat:


“Seseorang yang berjumpa Allah (wafat) dengan membawa dua kalimat syahadat tanpa keraguan, maka ia masuk Surga. “ Subhanallah...!!

Di dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:


“Siapa saja yang kamu jumpai dibalik dinding ini, yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang haq selain Allah, dengan diyakini oleh hatinya, maka gembirakanlah ia dengan Surga. “

Allah Subhanahu WaTa'ala juga telah telah memuji orang-orang mukmin dengan firmanNya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orangorang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu. “ (Al-Hujurat: 15)

Dan Allah mencela orang-orang munafik dengan firman-Nya:
“dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. “ (At-Taubah: 45)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata:
“Sabar adalah setengah dari iman, sedangkan yakin adalah iman seluruhnya. “ [Dikutip oleh Al-Bukhari secara ta'liq, sebagaimana dalam kitab Fathul Bari I/45. Al-Hafizh berkata: "Di-maushul-kan oleh At-Thabrani dengan sanad shahih dari Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah"]

Maka tidak bisa dipungkiri, seseorang yang yakin terhadap kandungan atau makna dua kalimat syahadat, seluruh anggota
badannya akan cepat bangkit melakukan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu WaTa'ala saja dan mentaati Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam.

3. Qabul (menerima secara total) yang menafikan radd (penolakan).
Ada sebagian orang yang mengetahui makna dua kalimat syahadat dan meyakini makna yang dikehendakinya namun dia menolaknya karena kesombongan dan kedengkiannya. Sikap itulah yang dimiliki ulama-ulama Yahudi dan Nasrani. Mereka telah mengakui hanya Allah sajalah yang berhak disembah, dan mengetahui siapa Muhammad sebagaimana  mereka mengenal anak-anak mereka. Namun demikian mereka tidak menerimanya.


“Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. “ (Al-Baqarah: 109)

Begitulah keadaan orang-orang musyrik, mereka mengetahui makna Laa ilaaha Illallah dan membenarkan risalah Muhammad tetapi mereka sombong enggan untuk menerima, sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha Illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” (Ash-Shaffat: 35).


“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An’ am: 33).

4. Inqiyad (Patuh).
Perbedaan antara inqiyad dan qabul adalah; Jika inqiyad: menjalankan atau mengikuti dengan perbuatan, sedangkan qabul adalah menjalankan kandungan makna syahadat dengan hanya ucapan. Kedua-duanya mewajibkan adanya ittiba atau diikuti, dijalankan'. Jadi tidak hanya sebatas ucapan belakan namun harus dijalankan dengan perbuatan dalam kehidupan.

Inqiyad lebih cenderung berarti tunduk dan patuh tanpa reserve atau cadangan terhadap hukum-hukum Allah. Allah berfirman:
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya. “ (Az-Zumar: 54)


“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, “ (An-Nisa’: 125)


“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. “ (Luqman : 22)

Inilah yang dimaksud inqiyad (tunduk dan patuh) kepada Allah dengan hanya beribadah kepadaNya. Adapun yang dimaksud dengan inqiyad kepada Nabi adalah dengan menerima sunnah-sunnahnya, melaksanakan ajaran yang dibawanya, dan ridha atas hukum yang diputuskannya, sebagaimana telah disebutkan Allah dalam firmanNya:


“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu Hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)

Maka sebagai syarat kebenaran iman mereka adalah benar-benar patuh terhadap hukumNya atau tunduk dan patuh terhadap ajaran yang dibawa Nabi dan Tuhannya.

5. Shidq (jujur) lawannya adalah Kadzib (dusta).
Syarat ini disebutkan dalam hadits shahih, bahwasanya Nabi bersabda:
“Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) dengan jujur dari hatinya, maka ia masuk Surga.”  [Diriwayatkan Ahmad dalam Al-Musnad, 4/16 dari  jalur Rifa'ah Al-Jahanni, diriwayatkan Ahmad pula, 4/402 dari Abu Musa]

Adapun orang yang hanya mengucapkannya dengan lisannya, sedang hatinya mengingkari makna yang dikehendakinya maka ia dusta. Sebagaimana yang diceritakan Allah mengenai orang-orang munafik yang berkata:
“Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. “ (Al-Munafiqun: 1)

Kemudian Allah berfirman:
“Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar RasulNya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. “ (Al-Munafiqun: 1)

Demikianlah kebohongan mereka, sesuai dengan firman Allah:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-o rang yang beriman “ (Al-Baqarah: 8)

6. Ikhlas lawannya adalah syirik
Allah
Subhanahu WaTa'ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (Az-Zumar: 2-3)


“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama’. “ (Az-Zumar: 11)


“Katakanlah: hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agamaku‘.” (Az-Zumar: 14)

Disebutkan dalam hadits shahih dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
“Manusia yang paling bahagia dengan syafa’atku adalah yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) dengan tutus ikhlas dari hatinya. “ (HR. Al-Bukhari dan lainnya)

Demikianlah makna sabda Nabi di dalam hadits `Itban:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan Neraka bagi orang-orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (dengan ikhlas dari hatinya) karena mengharapkan ridha Allah “ (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ikhlas adalah semata-mata beribadah kepada Allah, tidak mengharapkan sesuatu selain kepadaNya, tidak kepada para malaikat yang dekat dengan Allah ataupun para nabi yang diutus. Begitu jugs ia ikhlas dalam mengikuti ajaran  Muhammad dengan mencukupkan diri mengerjakan sunnah-sunnahnya, mengambil hukum darinya, meninggalkan bid’ah atau mengadakan sesuatu tanpa ada contoh dan ajaran-ajaran yang menyimpang, ia juga tidak berhukum dengan hukum yang dibuat manusia yang berupa undang-undang dan adat istiadat yang mereka ciptakan yang berlawanan dengan syariat. Barangsiapa rela dengan undang-undang
dan adat istiadat buatan manusia, tidaklah ia termasuk orang-orang yang ikhlas yang memurnikan ajaran dari kesyirikan.

7. Mahabbah (cinta) yang meninggalkan karohiyah dan baghdha’ (benci).
Seorang hamba wajib mencintai Allah dan mencintai Rasul-Nya, dan mencintai seluruh ajaran yang dicintaiNya berupa perbuatan ataupun ucapan, serta mencintai para wali Allah dan orang-orang yang patuh kepadaNya. Rasa cinta yang benar akan melahirkan atau menimbulkan pengaruh yang baik terhadap anggota badan. Akan dapat diketahui bahwa seorang hamba yang benar-benar mencintai Allah, ia akan benar-benar mentaatiNya dan mengikuti RasuNya, akan beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.

Ia akan merasakan kenikmatan dalam mentaatiNya, ia akan bersegera mengerjakan sesuatu yang dicintai Tuhannya dengan ucapan dan perbuatan, dan akan engkau ketahui ia (kita sebagai Umat Manusia) waspada terhadap perbuatan maksiat, dan ia akan senantiasa menjauhinya, ia membenci dan marah pada para pelaku kemaksiatan, meskipun perbuatan maksiat itu sangat dicintai nafsu dan terasa nikmat. Hal ini karena ia mengetahui bahwa Neraka itu dikelilingi dengan perbuatan-perbuatan yang disukai hawa nafsu, sedangkan Surga diliputi dengan hal-hal yang dibenci, jika ia dalam keadaan demikian, dialah orang yang benar-benar mencintai, dalam hal ini Dzun Nun Al-Mishri ditanya seseorang: “Kapan aku (dikatakan) mencintai Tuhanku?”

Ia menjawab: “Jika terdapat sesuatu yang dibencinya, ia menyuruhmu untuk bersabar.” [Disebutkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah, 9/323 dari beliau.]

Sebagian orang mengatakan: “Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah, tetapi ia tidak menyesuaikan diri denganNya (tidak melakukan sesuatu yang dikehendakiNya) maka batallah pengakuannya.”

Allah memberikan syarat bahwa sebagai bukti dalam mencintaiNya adalah mengikuti sunnah Nabi sebagaimana firman-Nya:



قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu ‘. “ (Ali Imran: 31)


8. Kufur (ingkar) terhadap sembahan selain Allah.
Syarat kedelapan ini diambil atau disarikan dari sabda Rasulullah:



من قال لا إلـه إلا اللـه و كفر بما يعبد من دون اللـه حرّم ماله و دمه

“Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan kufur (mengingkari) terhadap sembahan selain Allah maka haram hartanya (untuk dirampas) dan darahnya (untuk dibunuh). “ (HR. Muslim)

13 Penawar Racun Kemaksiatan




13 Penawar Racun Kemaksiatan

Disadur secara ringkas dari buku 13 Penawar Racun kemaksiatan (terjemahan dari kitab Sabiilun najah min syu’mil ma’shiyyah) karangan Muhammad bin Abdullah Ad-Duwaisy, terbitan Darul Haq, Jakarta.
Berikut ini ada beberapa terapi mujarab untuk menawar racun kemaksiatan.
1. Anggaplah besar dosamu
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata, ”Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sementara orang yang fajir (suka berbuat dosa) dosanya seperti lalat yang lewat di atas hidungnya.”
2. Janganlah meremehkan dosa
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Janganlah kamu meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap remeh suatu dosa, maka itu akan membinasakannya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang hasan)
3. Janganlah mujaharah (menceritakan dosa)
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Semua umatku dimaafkan kecuali mujahirun (orang yang berterus terang). Termasuk mujaharah ialah seseorang yang melakukan suatu amal (keburukan) pada malam hari kemudian pada pagi harinya ia membeberkannya, padahal Allah telah menutupinya, ia berkata, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan demikian dan demikian’. Pada maalm hari Tuhannya telah menutupi kesalahannya tetapi pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Taubat nasuha yang tulus
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya tatkala bertaubat daripada seorang di antara kamu yang berada di atas kendaraannya di padang pasir yang tandus. Kemudian kendaraan itu hilang darinya, padahal di atas kendaraan itu terdapat makanan dan minumannya. Ia sedih kehilangan hal itu, lalu ia menuju pohon dan tidur di bawah naungannya dalam keaadaan bersedih terhadap kendaraannya. Saat ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kendaraannya muncul di dekatnya, lalu ia mengambil tali kendalinya. Kemudian ia berkata, karena sangat bergembira, ‘Ya Allah Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhanmu’. Ia salah ucap karena sangat bergembira”. (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Jika dosa berulang, maka ulangilah bertaubat
Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata, ”Sebaik-baik kalian adalah setiap orang yang diuji (dengan dosa) lagi bertaubat.” ditanyakan, ‘Jika ia mengulangi lagi?’ Ia menjawab, ‘Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.’ Ditanyakan, ‘Jika ia kembali berbuat dosa?’ Ia menjawab, ‘Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.’ Ditanyakan, ‘Sampai kapan?’ Dia menjawab, ‘Sampai setan berputus asa.”’
6. Jauhi faktor-faktor penyebab kemaksiatan
Orang yang bertaubat harus menjauhi situasi dan kondisi yang biasa ia temui pada saat melakukan kemaksiatan serta menjauh darinya secara keseluruhan dan sibuk dengan selainnya.
7. Senantiasa beristighfar
Saat-saat beristighfar:
a. Ketika melakukan dosa
b. Setelah melakukan ketaatan
c. Dalam dzikir-dzikir rutin harian
d. Senantiasa beristighfar setiap saat
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam beristighfar kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali (dalam hadits lain 100 kali).
8. Apakah anda berjanji kepada Allah untuk meninggalkan kemaksiatan?
Tidak ada bedanya antara orang yang berjanji kepada Allah (berupa nadzar atas tebusan dosa yang dilakukannya) dengan orang yang tidak melakukannya. Karena yang menyebabkan dirinya terjerumus ke dalam kemksiatan tidak lain hanyalah karena panggilan syahwat (hawa nafsu) lebih mendominasi dirinya daripada panggilan iman. Janji tersebut tidak dapat melakukan apa-apa dan tidak berguna.
9. Melakukan kebajikan setelah keburukan
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda,
”Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebajikan maka kebajikan itu akan menghapus keburukan tersebut, serta perlakukanlah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih))
10. Merealisasikan tauhid
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda,
”Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Barangsiapa yang melakukan kebajikan, maka ia mendapatkan pahala sepuluh kebajikan dan Aku tambah dan barangsiapa yang melakukan keburukan keburukan, maka balasannya satu keburukan yang sama, atau diampuni dosanya. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang mendekat kepada-ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa; barangsiapa yang datang kepada-ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari. Barangsiapa yang menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku menemuinya dengan maghfirah yang sama.” (HR. Muslim dan Ahmad)
11. Jangan berpisah dengan orang-orang yang baik
a. Persahabatan dengan orang-orang baik adalah amal shalih
b. Mencintai orang-orang shalih menyebabkan sesorang bersama mereka, walaupun ia tidak mencapai kedudukan mereka dalam amal
c. Manusia itu ada 3 golongan
i. Golongan yang membawa dirinya dengan kendali takwa dan mencegahnya dari kemaksiatan. Inilah golongan terbaik.
ii. Golongan yang melakukan kemaksiatan dalam keadaan takut dan menyesal. Ia merasa dirinya berada dalam bahaya yang besar, dan ia berharapa suatu hari dapat berpisah dari kemaksiatan tersebut.
iii. Golongan yang mencari kemaksiatan, bergembira dengannya dan menyesal karena kehilangan hal itu.
d. Penyesalan dan penderitaan karena melakukan kemaksiatan hanya dapat dipetik dari persahabatan yang baik
e. Tidak ada alasan untuk berpisah dengan orang-orang yang baik
12. Jangan tinggalkan da’wah
Said bin Jubair berkata, ”Sekiranya sesorang tidak boleh menyuruh kebajikan dan mencegah dari kemungkaran sehingga tidak ada dalam dirinya sesuatu (kesalahanpun), maka tidak ada seorangpun yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.” Imam malik berkomentar, ”Ia benar. Siapakah yang pada dirinya tidak ada sesuatupun (kesalahan).”
13. Jangan cela orang lain karena perbuatan dosanya
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam menceritakan kepada para shahabat bahwasanya seseorang berkata, ”Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Allah swt berkata, ”Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosanya dan Aku telah menghapus amalmu.” (HR. Muslim).

Tips Memilih Pasangan Hidup

Tips Memilih Pasangan Hidup

Antara memilih dan dipilih. Begitulah sesungguhnya hidup ini. Hal ini dikarenakan kehidupan manusia di dunia ini sering diwarnai sebuah proses pilihan hidup yang saling susul menyusul, yang selalu hadir dalam dua buah kondisi : Memilih ataukah dipilih! Dan salah satu kenyataan hidup yang tak dapat kita hindari adalah keniscayaan untuk memilih calon suami atau istri sebagai pendamping hidupnya di dunia bahkan hingga di akhirat.

Masalah Pertama Yang Harus Diperhatikan.

Dalam membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, pemilihan pasangan hidup merupakan pintu gerbang pertama yang harus dilewati secara benar sebelum masuk kepada lembaga keluarga Islami yang sesungguhnya, sehingga perjalanan selanjutnya menjadi lebih mudah dan indah untuk dilalui.

Karena itu ajaran Islam sangat menekankan system pemilihan pasangan hidup yang berpedoman kepada nilai-nilai Islam. Tujuannya agar lelaki yang shalih akan mendapatkan wanita yang shalihah, demikian pula sebaliknya. Allah berfirman:

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (QS. An Nuur: 26).

Mengapa Kita Harus Selektif?

Kecermatan memilih pasangan hidup sangat menentukan keberhasilan perjalanan seorang hamba di dunia dan akhirat. Apalagi mengingat pernikahan merupakan bentuk penyatuan dari dua lawan jenis yang berbeda dalam banyak hal, keduanya tentu memiliki kebaikan dan keburukan yang tingkatannya juga berbeda satu sama lain.

Adalah menjadi suatu hak dan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah untuk mencari pendamping yang benar-benar akan membuka pintu kebaikan buat dirinya dan mengundang keridhaan dari Rabb-nya dan hal ini hanya dapat dicapai bila diawali proses pemilihan calon pasangan hidup yang selektif, yang dilandasi oleh semangat Islami sebagai dasar terjadinya suatu pernikahan. Ingat! Setelah pernikahan, tidak ada pilihan lagi buat kita, kecuali dua hal: mendapatkan ketenangan yang membahagiakan rumah tangga atau memperoleh kesengsaraan yang membinasakan. Na’udzubillahi min dzaalik!

Akibat Salah Memilih

Akibat salah dalam memilih pasangan hidup, banyak pasangan suami istri yang menghadapi kesulitan dan hidupnya malah tidak bahagia, bahkan perceraian dan gonta ganti pasangan menjadi sesuatu yang sudah biasa dilakukan. Dewasa ini, begitu banyak kasus pertikaian di dalam sebuah keluarga, dari sekedar konflik yang berbentuk pertengkaran mulut sampai dengan penganiayaan fisik bahkan pembunuhan, yang disebabkan oleh kesalahan langkah awal dalam membentuk rumah tangga.

Iklim pergaulan di masyarakat kita yang memang cenderung permisif dan belum Islami, merupakan penyebab utama yang melahirkan pernikahan sebatas dorongan nafsu semata. Tolak ukur pencarian pasangan hidup jarang yang berorientasi pada nilai-nilai agama. Melainkan seringkali hanya sebatas keindahan fisik, melimpahnya materi dan mulianya status di masyarakat, atau bahkan hanya karena sudah terlanjur cinta yang telah menyebabkan mata hati menjadi buta terhadap kebaikan dan keburukan orang yang dicinta.

Apabila pernikahan terjadi hanya lantaran dorongan nafsu semacam itu, maka wajarlah jika banyak pasangan yang bertikai mereasa kesulitan menyelesaikan permasalahan rumah tangga mereka secara Islami, lantaran proses pernikahan mereka terjadi begitu saja secara naluriah, tanpa ada landasan nilai-nilai ke-Islaman yang mengawali. Lalu bagaimana mungkin akan kembali kepada Qur’an dan Sunnah, sedangkan mereka dahulunya tidak berangkat dari keduanya? Maka memilih pasangan hidup atas dasar nilai-nilai Islam adalah sikap yang penting, dan berhati-hati dalam memilih pasangan hidup menjadi suatu keharusan bagi kita, camkanlah nasehat Luqman Al Hakim berikut ini:

“Wahai anakku, takutlah terhadap wanita jahat karena dia membuat engkau beruban sebelum masanya. Dan takutlah wanita yang tidak baik karena mereka mengajak kamu kepada yang tidak baik, dan hendaklah kamu berhati-hati mencari yang baik dari mereka.”

(Begitu pula untuk Wanita berhati-hatilah dalam mencari pasangan)

Siapa Yang Harus Kita Pilih?

Islam telah mengajarkan dengan cermat atas dasar apa kita harus memilih pasangan hidup kita:

“Dinikahi wanita atas dasar empat perkara: karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya, dan k arena agamanya. Barangsiapa yang memilih agamanya, maka beruntunglah ia.” (HR. al Bukhari dan Muslim)

Maka jelaslah bagi kita bahwa ada empat dasar dalam menentukan siapa yang layak untuk kita pilih menjadi pasangan hidup kita, yakhi kekayaan, keelokan, keturunan serta akhlak dan agama. Dan di antara semuanya, maka akhlak dan agama menjadi jaminan kedamaian dan kebahagiaan, sebaliknya pengabaian bahkan pengingkaran terhadap masalah ini akan menyebabkan fitnah dan kerusakan yang besar bagi para pelakunya. Alangkah indahnya memang bila kesemuanya terkumpul pada diri seseorang hamba Allah.

Pilih Yang Taqwa, Baru Yang Lain

Yang pertama adalah perihal kekayaan

Hal ini memang utama, bahkan Rasullah saw adalah seorang dermawan yang paling banyak sedekahnya, tetapi pernikahan bukanlah sekedar transaksi perdagangan semata, bahkan Allah mengancam mereka yang menikah semata-mata karena mengharapkan kekayaan dengan kefakiran:

”Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, Allah tidak akan menambahkannya kecuali kefakiran..” (HR. Ibnu Hibban).

Yang kedua adalah keelokan

Hal ini juga memang boleh-boleh saja dan menyukai keelokan memang fitrah manusia, bahkan Allah sendiri indah dan menyukai keindahan, tetapi pernikahan pun bukan sekedar kesenangan mata belaka. Sesungguhnya keelokan merupakan karunia Allah kepada hamba-Nya, yang kelak pasti akan diambil-Nya secara perlahan dengan bertambahnya usia sang hamba. Karena memang tidak ada keelokan yang berkekalan di dunia yang fana ini.

“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, sebab kecantikan itu akan lenyap dan janganlah kamu menikahi mereka karena hartanya, sebab harta itu akan membuat dia sombong. Akan tetapi nikahilah mereka karena agamanya, sebab seorang budak wanita yang hitam dan beragama itu lebih utama.” (HR. Ibnu Majah).

Dan ketiga adalah keturunan,

Demikian pula hal ini juga sesuatu yang utama, tetapi pernikahan pun bukan sekedar kebanggaan silsilah yang justru bias membawa kepada penyakit ‘ashobiyah’. Bahkan Allah mengancam mereka yang menikahi seseorang hanya untuk mengejar keturunan, dengan memberikan kerendahan bukan kemuliaan.

“Barangsiapa yang menikahi wanita karena keturunannya, Allah tidak akan menambahkan kecuali kerendahan…”(HR. Ibnu Hibban)

Terakhir yang keempat adalah akhlak dan agama,

Inilah faktor yang paling utama, yang tidak boleh tidak, harus ada pada calon pasangan hidup kita. Semakin baik akhlak dan agama seseorang, maka seakan-akan semakin jelaslah kebahagiaan sebuah rumah tangga telah terbentang dihadapan kita. Akhlak dan agama disini bukanlah sebatas ilmu dan retorika atau banyaknya hapalan di kepala, melainkan mencakup ucapan dan perbuatan sebagai cerminan dari hati seseorang yang telah melekat dalam kepribadiannya, dan inilah TAQWA yang sebenarnya!.

Betapa beruntungnya menikah dengan hamba yang bertaqwa, karena ia pandai menghormati pasangan hidupnya dan sangat berhati-hati dari menzhaliminya, sebagaimana jawaban Hasan bin Ali ketika ada seseorang yang bertanya. “Aku mempunyai anak gadis, menurutmu kepada siapa aku harus menikahkannya?” Maka Hasan menjawab.” Nikahkanlah ia dengan lelaki yang bertaqwa kepada Allah. Jika lelaki itu mencintainya, maka ia akan menghormatinya, dan jika marah maka ia tidak akan menzhaliminya.

Dan sebaliknya penolakan terhadap lelaki atau wanita yang bertaqwa, bagaikan menolak kebaikan dan menggantinya dengan kerusakan:

Simaklah kedua hadits berikut ini:

: “Jika datang seorang laki-laki kepadamu (untuk melamar), sedang kau tahu ia baik akhlak dan agamanya lalu kau tolak, maka jadilah fitnah buatmu dan kerusakan yang besar,” (HR. Ibnu Majah)

: “Apabila telah dating kepadamu seorang wanita yang agama dan akhlaknya baik maka nikahilah dia. Jika engkau menikahi wanita bukan atas dasar agama dan akhlak, maka wanita itu akan menjadi fitnah dan menimbulkan kerusakan luas.”(HR. At Tirmidzi).

Akhirnya pernikahan yang ideal sesungguhnya merupakan keseimbangan dari semua faktor tersebut, dengan akhlak dan agama sebagai parameter yang paling penting, karena itu dalam memilih pasangan hidup, jangan sampai niatan kita hanya sekedar mencari kecantikan atau keturunan atau harta saja dengan meninggalkan criteria taqwa, sehingga tidak ada keberkahan yang akan kita dapatkan dalam rumah tangga kita kelak.

“Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, Allah tidak akan menambahkannya kecuali kafakiran. Barangsiapa yang mengawini wanita karena untuk memejamkan pandangannya, menjaga kemaluannya serta menjalin tali persaudaraan, niscaya Allah memberkahinya.” (HR. Ibnu Hibban).

Mempersempit Pilihan Untuk Keutamaan



Tidak jarang seseorang dihadapkan pada sekian banyak pilihan pasangan hidup yang dari segi akhlak dan agama sama dan setaraf, apalagi masalah di dalam ketaqwaan seseorang memang sulit untuk dideteksi dalam waktu yang singkat. Maka untuk mencari sebuah keutamaan, pilihan kadang memang perlu dipersempit, sebab semakin banyak pilihan maka akan semakin sulit bagi kita untuk memilih yang terbaik. Dan menurut kacamata agama yang tentunya selalu selaras dengan fitrah dan naluriah seorang insan. Ada beberapa keutamaan yang bias dipertimbangkan dalam memilih pasangan hidup.

1. Pilihan yang sekufu

“Pilihlah wanita-wanita yang akan melahirkan anak-anakmu dan nikahilah wanita yang sekufu (sederajat) dan nikahlah dengan mereka.”(HR. Ibnu Majah, Al Hakim, dan Al Baihaqi)

Al Kafa’ah merupakan masalah kesesuaian dan kesamaan antara pasangan pernikahan yang dianggap paling mendekati, seperti pertimbangan akan masalah: usia, garis keturunan, kehormatan, profesi, atau tingkat pendidikan. Para ulama menyarankan agar laki-laki idealnya menikah dengan wanita yang setingkat dengannya atau dibawahnya, sedangkan seorang wanita sebaiknya menikah dengan laki-laki yang mempunyai tingkatan yang sama atau di atasnya.

Tetapi penting untuk dipahami, bahwa tingkat kesamaan sosial ini bukanlah merupakan syarat mutlak dalam sebuah proses pernikahan, karena Islam sendiri adalah agama tanpa kelas, yang menyamakan kedudukan semua hambanya, terkecuali dari ketakwaanya.

Kalaupun ia menjadi sebuah pertimbangan, adalah semata-mata sebagai tindakan kehati-hatian, agar kelak tidak ada penyesalan dikemudian hari yang akhirnya bias lebih menyakitkan, karena sesungguhnya hati manusia itu memang sering labil dan mudah berubah-ubah. Dan masalah ini, sebenarnya merupakan tata cara kebijaksanaan duniawi yang masih bisa disepakati bila ada persetujuan diantara kedua belah pihak.

2. Memilih yang penuh kasih sayang dan subur

“Nikahilah wanita-wanita yang penuh kasih dan banyak memberikan keturunan (subur) sebab aku akan bangga dengan banyaknya ummat dihari kiamat kelak” (HR. Ahmad).

Hamba yang penuh kasih dan mengasihi adalah hamba yang memiliki nada perasaan (afek) yang halus serta emosi yang terkendali. Kita dapat mengenali apakah seseorang termasuk kriteria ini melalui ucapan, perbuatan ataupun tatapan mata, baik dikala ia gembira maupun kecewa, yang kesemuanya itu dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kepribadian dan isi hati yang dimilikinya. Apakah dipenuhi kelembutan dan kasih sayang? Ataukah dipenuhi kekasaran , kebencian dan kepalsuan.



Sementara itu mereka secara mudahnya dapat kita ketahui dari berapa jumlah saudara atau keluarganya yang terdekat, atau dari jenis penyakit penghambat keturunan yang diderita dirinya ataupun saudaranya dan keluarganya yang terdekat.

3. Memilih kerabat yang jauh



Nasihat Rasulullah saw. “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab dapat berakibat melahirkan keturunan yang lemah akal dan fisik.” Dan selain untuk menjaga kualitas keturunan dari penyakit bawaan, menikahi mereka yang berasal jauh dari keluarga kita akan menambah ikatan kekerabatan dengan orang lain, serta memberikan kebahagiaan sendiri bila harus berpergian jauh untuk saling silaturahim.

4. Memilih para gadis

“Nikahilah para gadis sebab ia lebih lembut mulutnya, lebih lengkap rahimnya, dan tidak berfikir untuk menyeleweng, serta rela dengan apa yang ada di tanganmu.” (HR. Ibnu Majah. Al Baihaqi dari Uwaimir bin Saidah)

Pernikahan dengan yang masih gadis lebih utama daripada janda, karena dapat membuat hubungan lebih erat dan menyatu, mereka lebih mudah digoda dan Bercanda serta bersenang-senang, lebih setia dan menerima, serta lebih sedikit beban mental dan psikologisnya bagi kita. Semua ini mempunyai kesan dan kenikmatan tersendiri di dalam menambah keindahan rumah tangga.

Mempersempit pilihan bukan mempersulit pilihan

Jadi sesungguhnya tidak ada larangan untuk mempersempit pilihan kita dalam rangkan meraih sebuah ketentraman, selama pijakannya tetap berpedoman kepada nilai-nilai Islam. Walaupun demikian, keinginan ini bukan suatu kemutlakan yang harus dilakukan apalagi dipaksakan.

Dalam kondisi-kondisi tertentu, menikahi seorang yang dari satu sisi dianggap tidak sekufu, atau yang kurang kesuburannya, atau yang masaih memiliki hubungan kerabat dekat, atau seorang janda, bukanlah suatu perbuatan yang bernilai minus di dalam Islam, bahkan bisa jadi lebih utama, bila ada alas an yang kuat untuk dilakukan.

Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa mempersempit pilihan ini tidaklah sama dengan mempersulit pilihan. Jika mempersempit pilihan berdasarkan anjuran agama demi keutamaan, kepuasan dan kesyukuran seorang hamba atas nikmat Allah yang sangat banyak, maka mempersulit pilihan merupakan anjuran hawa nafsu demi keangkuhan, gengsi dan kepuasan duniawi belaka. Jadi sangat jauh berbeda diantara keduanya!.

Cara Memerangi Hawa Nafsu

Cara Memerangi Hawa Nafsu

Cara Memerangi Hawa Nafsu
Rabu, 02/02/2011 10:39 WIB | email | print
Assalamualaikum wr. wb.
Ustadz, dalam hidup ini, musuh terbesar kita adalah hawa nafsu. Bagaimanakah cara kita memerangi hawa nafsu kita?
Novi Subekhan
Jawaban
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Saudara Novi yang dimuliakan Allah SWT.
Hawa nafsu bermakna kecenderungan dan kecintaan. Ia tidak hanya digunakan untuk menyatakan kecenderungan satu jiwa manusia untuk menyalahi kebenaran akan tetapi ia juga digunakan untuk kecenderungan kepada kebenaran. Ia dianggap menyalahi kebenaran ketika dikedepankan oleh si pemiliknya atau ditempatkan melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan agamanya.
Ibnu Rajab mengatakan bahwa seluruh kemasiatan bermula dari mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mensifati orang-orang musyrik dengan mengikuti hawa nafsu di beberapa tempat didalam al Qur’an, demikian pula perbuatan-perbuatan bid’ah. Sesungguhynya hal itu muncul dari mendahulukan hawa nafsu daripada syariat, karena itulah maka orang-orangnya disebut dengan Ahlul Ahwa.
Setiap hawa nafsu baik itu hawa syubhat maupun hawa syahwat membahayakan keimanan seorang hamba dan diwajibkan baginya untuk mencintai apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya agar hawa nafsunya mengikuti syariah, dan inilah yang dituntut dari keimanan seorang hamba.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa [4] : 65)
Di antara bahaya mengikuti hawa nafsu terhadap keimanan seorang hamba Allah adalah :
1. Mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi si pelakunya dari berbuat adil didalam hukum dan pergaulan serta akan mendorongnya kepada kezhaliman dan permusuhan. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4] : 135)
2. Mengikuti hawa nafsu akan mendorong pelakunya melakukan perbuatan bid’ah didalam agamanya dan menjauhi sunnah.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)
3. Mengikuti hawa nafsu menyebabkan terhalangnya si pelaku daripada hidayah dan taufiq.
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al A’raf [7] : 176)
4. Mengikuti hawa nafsu akan membawa si pelakunya menolak kebenaran dan sesat dari jalan Allah SWT bahkan dapat menyesatkan orang lain darinya.
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya : “Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Qashash [28] : 50)
5. Yang paling berat adalah bahwa mengikuti hawa nafsu dapat menjadikan si pelakunya kafir dan keluar dari agama islam.
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Artinya : “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-An’am [6] : 119)
Pokok dari syahwat dunia didalam diri seseorang ada empat, yaitu : wanita, harta, anak-anak dan jabatan atau kekuasaan, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran [3] : 14)
Untuk itu hendaklah setiap mukmin harus ekstra waspada terhadap sikap mengikuti hawa nafsu baik hawa syubhat maupun syahwatnya. Dan diantara yang bisa dilakukan untuk mengalahkan tarikan hawa nafsu yang senantiasa memerintahkan dirinya agar melakukan maksiat, adalah :
1. Takut akan adzab dan siksa Allah SWT. Karena hal ini merupakan pertahanan yang paling kokoh untuk menghindarinya dari mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)
Al Imam Ibnu Jarir ath Thabari mengatakan,”Adapun siapa yang takut akan pertanyaan Allah terhadap dirinya tatkala ia berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat. Maka bertakwalah kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai kewajiban-Nya serta menjauhi berbagai maksiat-Nya. Dia mengatakan, ”Melarang jiwanya daripada hawa nafsunya didalam hal-hal yang dibenci Allah dan tidak diredhoi oleh-Nya serta menghindar darinya. Kemudian menempatkannya kepada hal-hal yang diperintahkan Tuhannya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.”
2. Senantiasa meminta pertolongan kepada Allah Yang menggenggam hati hamba-hamba-Nya. sesungguhnya Allah telah menjanjikan hidayah kepada orang-orang yang meminta petunjuk kepada-Nya, sebagaimana disebutkan didalam hadits qudsi, ”Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu!” (HR. Muslim)
3. Berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu dan syahwat jiwa. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa, sebagaimana disebutkan didalam hadits Khutbah al Hajah, ” Dan kami berlindung kepadanya dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami.” (HR. Nasai), (dari kitab : Min Mu’awwiqat ad Da’wah ‘Ala Dhaui al Kitab wa as Sunnah)
Wallahu A’lam.
Filed under: – - – dari eramuslim.com |

kata mutiara

kata mutiara – kumpulan kata mutiara nasehat islami dari para ulama – kalimat motivasi islami dari ulama
Kunci sukses kita adalah Bertindaklah! Bertindaklah! Dan Bertindaklah!.
———————-
Salah satu kewajiban muslim kepada saudaranya adalah,
menjawab salamnya dengan yang lebih baik.
Itu isyarat agar seorang muslim harus berusaha lebih ramah kepada orang lain,
saat itulah terlihat indahnya Islam.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Ketika pintu kebahagiaan tertutup,
banyak pintu lain terbuka,
tetapi kadang kita menatap pintu yang telah tertutup terlalu lama,
sehingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka untuk kita.
Terus semangat beraktifitas…!
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Allah SWT telah menyifati orang-orang Mukmin dengan firman-Nya :
“Mereka adalah orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku’ dan yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang Mukmin itu.”(QS 9:112)
———————-
Wahai muslimah,
mendidik anak-anak merupakan tanggung jawab yang agung bagimu, tuluslah.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Kunci hidup yang berkualitas adalah kesadaran, setiap saat.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Dari ibnu Abbas Ra. dia berkata: “Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang berpenampilan seperti laki-laki. (Hadits Riwayat Bukhari)
———————-
Salah satu pertanyaan Rasul pada Iblis :
“Apakah yang membinasakan dirimu?”
Jawab Iblis: “Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak membaca Al-Quran dan shalat malam.”
———————-
Ciri seseorang yang penuh hikmah dalam dakwah, adalah :
1. Memahami dan mengetahui langkah-langkah dalam dakwah.
2. Memahami dan mengetahui objek dakwah.
3. Memahami dan mengetahui permasalahan maslahat dan mudharat.
4. Memahami dan mengetahui posisi perintah dan larangan yang hendak disampaikan.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
“Allah memiliki Asmaa’ul Husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu…” (QS. Al-A’raaf : 180)
———————-
Abu Hurairah ra. menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai, Rasullullah, Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad)
———————-
Semoga silaturahim bersama sanak keluarga di kampung halaman semakin menambah keimanan dan rasa syukur kita pada Tuhan semesta alam.
Jaga kestabilan kendaraan anda,
periksa keamanan,
semoga selamat sampai tujuan. Amin…
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
“Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejap, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”
———————-
Rasa khauf / takut akan muncul dengan sebab beberapa hal, di antaranya :
1. Pengetahuan seorang hamba akan pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosanya,
2. Pembenarannya akan ancaman Allah, bahwa Allah akan menyiapkan siksa atas segala kemaksiatan,
3. Mengetahui akan adanya kemungkinan penghalang antara dirinya dan taubatnya.
———————-
Allah berfirman :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah” .
(Qs. Ali Imran: 110).
———————-
“Perumpamaan seorang berilmu yang mengajarkan kebaikan kepada manusia tetapi melupakan dirinya seperti lampu yang menyinari manusia tetapi membakar dirinya sendiri”.
———————-
Hubungan persaudaraan sesama muslim itu terbentuk dengan tiga faktor utama:
1. Dilandasi rasa bersama seperti saudara senasab dalam kasih sayang,
2. Tolong menolong dan saling membantu,
3. Saling memberi nasihat agama.
———————-
Berkata Bakr bin Khunais :
“Bagaimana bisa menjadi orang yang bertakwa, sedangkan ia sendiri tidak tahu apa itu takwa?!”
———————-
Saudaraku, janganlah kamu berdebat tentang suatu hal yang belum kamu tau ilmunya, karena yang demikian itu hanya menjatuhkan dirimu sendiri dan agama.
———————-
Penuntut ilmu yang menyia-nyiakan waktu ada 3 macam :
1. Tidak mengulang pelajaran yang sudah dipelajari,
2. Membicarakan hal yang sia-sia dan tidak berfaedah bersama teman-temannya,
3. Membuntut pada ucapan orang tanpa mengetahui landasan (taqlid buta).
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Perbaharuilah hidupmu, jadikan lebih variatif, dan rubahlah rutinitas yang membuat jenuh!
———————-
Perbaikilah apa-apa yang kamu makan (pastikan kehalalannya), maka do’amu akan terkabul atas izin-Nya.
———————-
Jadikanlah perbuatan bermanfaat sebagai kegemaran.
Sesungguhnya Walid bin Mughiroh r.a. mengeluarkan hartanya untuk sesuatu yang haq. Akan tetapi banyak orang-orang muslim bakhil terhadap hartanya.
———————-
Salah satu penyebab kesulitan, kesedihan dan kekeruhan (hati) adalah bergaul dengan orang-orang pandir yang keras kepala.
———————-
Barangsiapa beriman kepada Allah SWT, maka Dia akan memberi hidayah hatinya. Karena Allah-lah satu-satunya pembimbing orang beriman.
———————-
Allah Berfirman :
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
(Qs. Yasin : 65)
———————-
Saudaraku, dendam dan kedengkian yang ada dalam hatimu lebih membahayakan kesehatanmu daripada musuh yang nyata.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Tanamkanlah dalam hati anda :
“Sesungguhnya bersama kesulitan selalu ada kemudahan.”
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Perbuatan baik kepada orang lain sangatlah mudah jika Allah yang memudahkan, Allah mempersiapkan pahala bagi siapa yang berbuat baik. Dia memberi kemuliaan kepada siapa pun yang ia kehendaki. Dia mencintai kebaikan dan membenci keburukan.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
———————-
Orang yang menjalani hidupnya dengan satu macam cara saja, lebih cenderung cepat bosan. Karena tabiat manusia itu pembosan, tidak bertahan pada satu hal. Itulah sebabnya Allah SWT menciptakan siang dan malam, putih dan hitam, panas dan dingin, manis dan pahit, generasi berbeda-beda, selalu ada inovasi, agar manusia tidak bosan.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni
kata mutiara – kumpulan kata mutiara nasehat islami dari para ulama – kalimat motivasi islami dari ulama

Mengenal Nama dan Sifat Allah

Mengenal Nama dan Sifat Allah

Pembaca yang budiman, ilmu tentang mengenal Alloh dan Rosul-Nya merupakan ilmu yang paling mulia. Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh mengatakan, “Kemuliaan sebuah ilmu mengikuti kemuliaan objek yang dipelajarinya.” Dan tentunya, tidak diragukan lagi bahwa pengetahuan yang paling mulia, paling agung dan paling utama adalah pengetahuan tentang Alloh di mana tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Dia semata, Robb semesta alam.
Ilmu Tentang Alloh Adalah Pokok dari Segala Ilmu
Ilmu tentang Alloh adalah pokok dan sumber segala ilmu. Maka barangsiapa mengenal Alloh, dia akan mengenal yang selain-Nya dan barangsiapa yang jahil tentang Robb-nya, niscaya dia akan lebih jahil terhadap yang selainnya. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Alloh, lalu Alloh menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (Al-Hasyr: 19). Ketika seseorang lupa terhadap dirinya, dia pun tidak mengenal hakikat dirinya dan hal-hal yang merupakan kemaslahatan (kebaikan) bagi dirinya. Bahkan ia lupa dan lalai terhadap apa saja yang merupakan sebab bagi kebaikan dan kemenangannya di dunia dan di akhirat. Maka, jadilah dia seperti orang yang ditinggalkan dan ditelantarkan, yang berstatus seperti binatang ternak yang dilepas dan dibiarkan pergi sekehendaknya, bahkan mungkin saja binatang ternak lebih mengetahui kepentingan dirinya daripadanya.
Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah seorang yang beribadah kepada Alloh dengan semua nama dan sifat-sifat Alloh yang diketahui oleh manusia”. Beliau juga berkata, “Yang jelas, bahwa ilmu tentang Alloh adalah pangkal segala ilmu dan sebagai pokok pengetahuan seorang hamba akan kebahagiaan, kesempurnaan dan kemaslahatannya di dunia dan di akhirat.” (Miftaah Daaris Sa’aadah).
Hampir Setiap Ayat Dalam Al-Qur’an Menyebutkan Nama dan Sifat Alloh
Alloh telah memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya dengan memberitahukan nama-nama-Nya yang paling indah dan sifat-sifat-Nya yang paling mulia. Semua itu disebutkan dalam Kitab-Nya dan Sunnah Rosul-Nya. Bahkan kita jumpai, hampir pada setiap ayat Alqur’an yang kita baca selalu berakhir dengan peringatan atau penyebutan salah satu dari nama-nama Alloh atau salah satu dari sifat-sifat-Nya. Sebagai contoh, firman Alloh yang artinya, “…Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah: 5) dan juga firman-Nya yang artinya, “…Dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisaa’: 17)
Hal ini semua disebabkan karena nama-nama yang terbaik dan sifat-sifat yang mulia ini memiliki daya pengaruh dan membekas dalam hati seorang yang mengetahui-Nya, hingga ia selalu merasa terawasi oleh Alloh dalam segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, sempurnalah rasa malunya dari bermaksiat kepada Alloh.
Yang Paling Takut Kepada Alloh Adalah yang Paling Mengenal Alloh
Semakin tinggi pengetahuan seorang hamba kepada Robb-nya, maka ia akan semakin takut kepada-Nya. Alloh berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama.” (Faathir: 28)
Orang yang paling mengenal dan paling mengetahui Alloh adalah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, beliau senantiasa dalam keadaan takut dari perbuatan durhaka terhadap Robb-nya, dan tentu kita telah mengetahui siapa beliau. Karena Alloh telah memerintahkannya untuk mengatakan, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku takut akan adzab hari yang besar (hari Kiamat), jika aku mendurhakai Robbku’.” (Al-An’aam: 15)
Sebab, ahli tauhid yang benar-benar mengenal Alloh memandang bahwa kemaksiatan itu, meskipun kecil, ibarat sebuah gunung yang sangat besar. Karena mereka mengetahui keagungan Dzat (Rabb) yang Maha Esa serta Maha Kuasa dan mengenal hak-hak-Nya, oleh sebab itu, mereka menjadi orang-orang yang paling takut kepada-Nya di antara manusia.
Kebodohan Akan Keagungan Alloh Adalah Induk Kemaksiatan
Dari Abul ‘Aliyah, beliau pernah bercerita bahwa para Shahabat Rosululloh mengatakan, “Setiap dosa yang dikerjakan seorang hamba, penyebabnya adalah kejahilan.” (Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir, dengan sanad yang shahih)
Imam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata, “Setiap pelaku kemaksiatan adalah seorang jahil dan setiap orang yang takut kepada-Nya adalah seorang alim yang taat kepada Alloh. Dia menjadi seorang yang jahil hanya karena kurangnya rasa takut yang dimilikinya, kalau saja rasa takutnya kepada Alloh sempurna, pastilah dia tidak akan bermaksiat kepada-Nya.”
Syirik merupakan kemaksiatan yang terbesar di antara maksiat yang ada. Tidaklah manusia berbuat syirik kecuali memang karena ia bodoh dalam pengenalannya terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, ketika Nabi Nuh ‘alaihis salaam mengajak kaumnya (kepada tauhid) lalu mereka menolaknya, maka beliau pun mengetahui bahwa penolakan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan mereka akan kebesaran Alloh. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Alloh?” (Nuuh: 13). Ibnu Abbas berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Kalian tidak mengetahui keagungan atau kebesaran-Nya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui beberapa jalan yang saling menguatkan)
Apa yang dikatakan di atas sangat beralasan, karena seandainya manusia mengenal Alloh dengan sebenarnya, niscaya mereka tidak terjerat dalam kesyirikan mempersekutukan Alloh dengan sesuatu. Sebab, segala kebaikan berada di tangan-Nya, maka bagaimana mungkin mereka bersandar kepada selain-Nya?
Nama Alloh Semuanya Husna
Nama-nama Alloh semuanya husnaa, maksudnya, mencapai puncak kesempurnaannya. Karena nama-nama itu menunjukkkan kepada pemilik nama yang mulia, yaitu Alloh Subhaanahu wa Ta’ala dan juga mengandung sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada cacat sedikit pun ditinjau dari seluruh sisinya. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Hanya milik Alloh-lah nama-nama yang husna.” (Al-A’roof: 18)
Kewajiban kita terhadap nama-nama Alloh ada tiga, yaitu beriman dengan nama tersebut, beriman kepada makna (sifat) yang ditunjukkan oleh nama tersebut dan beriman dengan segala pengaruh yang berhubungan dengan nama tersebut. Maka, kita beriman bahwa Alloh adalah Ar-Rohiim (Yang Maha Penyayang), memiliki sifat rahmah (kasih sayang) yang meliputi segala sesuatu dan menyayangi semua hamba-Nya.
Nama dan Sifat Alloh Tidak Dibatasi Dengan Bilangan Tertentu
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Aku memohon kepada Engkau dengan semua nama yang menjadi nama-Mu, baik yang telah Engkau jadikan sebagai nama diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau sembunyikan menjadi ilmu ghaib di sisi-Mu.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim, shahih). Tidak ada seorang pun yang dapat membatasi dan mengetahui apa yang masih menjadi rahasia Alloh dan menjadi perkara yang ghaib.
Adapun sabda beliau, “Sesungguhnya Alloh memiliki 99 nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghafal dan faham maknanya, niscaya masuk syurga.” (HR. Bukhari-Muslim) tidak menunjukkan pembatasan nama-nama Alloh dengan bilangan sembilan puluh sembilan. Makna yang benar adalah, sesungguhnya nama-nama Alloh yang 99 itu, mempunyai keutamaan bahwa siapa saja yang menhafal dan memahaminya akan masuk syurga.
Demikianlah, semoga kita benar-benar mengenal Alloh dengan sebenar-benar pengenalan dan mengagungkan Alloh dengan sebenar-benar pengagungan sehingga bisa menyelamatkan kita dari berbuat syirik kepada-Nya.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. mari berkreasi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger