Syarat Syah Syahadat Ada 8
berbagi-kreativitas.blogspot.com - Kalimat Syahadat mempunyai beberapa syarat, wajib bagi setiap muslim untuk mengetahuinya dan melaksanakannya pada kehidupannya. Syarat-syarat tersebut dapat diketahui dengan menelaah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Syarat syahadat adalah sesuatu perkara yang apabila tidak ada keberadaannya maka yang disyaratkannya itu tidak sempurna. Jadi jika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadatnya itu tidak syah.
1. ‘Ilmu (mengetahui) makna Laa ilaaha illallah
Dalilnya adalah firman Allah :
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah. “ (Muhammad: 19)
Imam Muslim meriwayatkan dari Utsman bin Affan bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia dan mengetahui bahwa tidak ada sembahan yang haq selain Allah, ia masuk Surga.”
Yang dimaksud dengan ‘ilmu disini adalah mengetahui dengan sebenar-benarnya akan makna yang ditunjukkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan apa yang dituntut dari pengertian dua kalimat syahadat tersebut.
Lawan kata ‘ilmu adalah jahl/bodoh. Dan kebodohan inilah yang menyebabkan orang-orang musyrik dari kelompok umat ini menyelewengkan pengertian syahadat. Karena mereka tidak mengerti tentang makna Ilah (sesembahan yang haq), tidak mengerti maksud kalimat syahadat adalah dari pengertiannya. Itulah yang ditentang oleh orang-orang musyrik yang tidak mengerti makna yang sebenamya itu, sebagaimana ucapan mereka:“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja?” (Shad: 5)
Dan mereka juga berkata:
“Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu “ (Shad: 6)
2. Yakin; dan lawan katanya adalah ragu, bimbang, berprasangka, praduga.
Maksudnya adalah barangsiapa yang mengucapkan dua kalimat syahadat hendaknya hatinya yakin dan benar-benar mempercayai apa yang dia ucapkan, ia benar-benar yakin akan ke-Ilahiyahan Allah Subhanahu WaTa'ala dan kenabian Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam, dan benar-benar meninggalkan segala bentuk ke-Ilahiyahan selain Allah Subhanahu WaTa'ala atau jangan menyembah Tuhan selain Allah Subhanahu WaTa'ala, dan menolak atauh jangan mempercayai juga ucapan orang-orang yang mengaku-ngaku nabi sesudah Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam .
Jika ia ragu-ragu terhadap pengertian yang sebenarnya atau bimbang dalam tidak penyembahan kepada selain Allah, maka dua kalimat syahadat tersebut tidak memberikan manfaat baginya atau tidak syah syahadatnya.
Dalil dari syarat ini (yakin) adalah hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah, dari Nabi yang bersabda mengenai dua kalimat syahadat:
“Seseorang yang berjumpa Allah (wafat) dengan membawa dua kalimat syahadat tanpa keraguan, maka ia masuk Surga. “ Subhanallah...!!
Di dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
“Siapa saja yang kamu jumpai dibalik dinding ini, yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang haq selain Allah, dengan diyakini oleh hatinya, maka gembirakanlah ia dengan Surga. “
Allah Subhanahu WaTa'ala juga telah telah memuji orang-orang mukmin dengan firmanNya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orangorang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu. “ (Al-Hujurat: 15)
Dan Allah mencela orang-orang munafik dengan firman-Nya:
“dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. “ (At-Taubah: 45)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata:
“Sabar adalah setengah dari iman, sedangkan yakin adalah iman seluruhnya. “ [Dikutip oleh Al-Bukhari secara ta'liq, sebagaimana dalam kitab Fathul Bari I/45. Al-Hafizh berkata: "Di-maushul-kan oleh At-Thabrani dengan sanad shahih dari Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah"]
Maka tidak bisa dipungkiri, seseorang yang yakin terhadap kandungan atau makna dua kalimat syahadat, seluruh anggota
badannya akan cepat bangkit melakukan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu WaTa'ala saja dan mentaati Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam.
3. Qabul (menerima secara total) yang menafikan radd (penolakan).
Ada sebagian orang yang mengetahui makna dua kalimat syahadat dan meyakini makna yang dikehendakinya namun dia menolaknya karena kesombongan dan kedengkiannya. Sikap itulah yang dimiliki ulama-ulama Yahudi dan Nasrani. Mereka telah mengakui hanya Allah sajalah yang berhak disembah, dan mengetahui siapa Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka. Namun demikian mereka tidak menerimanya.
“Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. “ (Al-Baqarah: 109)
Begitulah keadaan orang-orang musyrik, mereka mengetahui makna Laa ilaaha Illallah dan membenarkan risalah Muhammad tetapi mereka sombong enggan untuk menerima, sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha Illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” (Ash-Shaffat: 35).
“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An’ am: 33).
4. Inqiyad (Patuh).
Perbedaan antara inqiyad dan qabul adalah; Jika inqiyad: menjalankan atau mengikuti dengan perbuatan, sedangkan qabul adalah menjalankan kandungan makna syahadat dengan hanya ucapan. Kedua-duanya mewajibkan adanya ittiba atau diikuti, dijalankan'. Jadi tidak hanya sebatas ucapan belakan namun harus dijalankan dengan perbuatan dalam kehidupan.
Inqiyad lebih cenderung berarti tunduk dan patuh tanpa reserve atau cadangan terhadap hukum-hukum Allah. Allah berfirman:
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya. “ (Az-Zumar: 54)
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, “ (An-Nisa’: 125)
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. “ (Luqman : 22)
Inilah yang dimaksud inqiyad (tunduk dan patuh) kepada Allah dengan hanya beribadah kepadaNya. Adapun yang dimaksud dengan inqiyad kepada Nabi adalah dengan menerima sunnah-sunnahnya, melaksanakan ajaran yang dibawanya, dan ridha atas hukum yang diputuskannya, sebagaimana telah disebutkan Allah dalam firmanNya:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu Hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)
Maka sebagai syarat kebenaran iman mereka adalah benar-benar patuh terhadap hukumNya atau tunduk dan patuh terhadap ajaran yang dibawa Nabi dan Tuhannya.
5. Shidq (jujur) lawannya adalah Kadzib (dusta).
Syarat ini disebutkan dalam hadits shahih, bahwasanya Nabi bersabda:
“Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) dengan jujur dari hatinya, maka ia masuk Surga.” [Diriwayatkan Ahmad dalam Al-Musnad, 4/16 dari jalur Rifa'ah Al-Jahanni, diriwayatkan Ahmad pula, 4/402 dari Abu Musa]
Adapun orang yang hanya mengucapkannya dengan lisannya, sedang hatinya mengingkari makna yang dikehendakinya maka ia dusta. Sebagaimana yang diceritakan Allah mengenai orang-orang munafik yang berkata:
“Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. “ (Al-Munafiqun: 1)
Kemudian Allah berfirman:
“Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar RasulNya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. “ (Al-Munafiqun: 1)
Demikianlah kebohongan mereka, sesuai dengan firman Allah:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-o rang yang beriman “ (Al-Baqarah: 8)
6. Ikhlas lawannya adalah syirik
Allah Subhanahu WaTa'ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (Az-Zumar: 2-3)
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama’. “ (Az-Zumar: 11)
“Katakanlah: hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agamaku‘.” (Az-Zumar: 14)
Disebutkan dalam hadits shahih dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
“Manusia yang paling bahagia dengan syafa’atku adalah yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) dengan tutus ikhlas dari hatinya. “ (HR. Al-Bukhari dan lainnya)
Demikianlah makna sabda Nabi di dalam hadits `Itban:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan Neraka bagi orang-orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (dengan ikhlas dari hatinya) karena mengharapkan ridha Allah “ (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ikhlas adalah semata-mata beribadah kepada Allah, tidak mengharapkan sesuatu selain kepadaNya, tidak kepada para malaikat yang dekat dengan Allah ataupun para nabi yang diutus. Begitu jugs ia ikhlas dalam mengikuti ajaran Muhammad dengan mencukupkan diri mengerjakan sunnah-sunnahnya, mengambil hukum darinya, meninggalkan bid’ah atau mengadakan sesuatu tanpa ada contoh dan ajaran-ajaran yang menyimpang, ia juga tidak berhukum dengan hukum yang dibuat manusia yang berupa undang-undang dan adat istiadat yang mereka ciptakan yang berlawanan dengan syariat. Barangsiapa rela dengan undang-undang
dan adat istiadat buatan manusia, tidaklah ia termasuk orang-orang yang ikhlas yang memurnikan ajaran dari kesyirikan.
7. Mahabbah (cinta) yang meninggalkan karohiyah dan baghdha’ (benci).
Seorang hamba wajib mencintai Allah dan mencintai Rasul-Nya, dan mencintai seluruh ajaran yang dicintaiNya berupa perbuatan ataupun ucapan, serta mencintai para wali Allah dan orang-orang yang patuh kepadaNya. Rasa cinta yang benar akan melahirkan atau menimbulkan pengaruh yang baik terhadap anggota badan. Akan dapat diketahui bahwa seorang hamba yang benar-benar mencintai Allah, ia akan benar-benar mentaatiNya dan mengikuti RasuNya, akan beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Ia akan merasakan kenikmatan dalam mentaatiNya, ia akan bersegera mengerjakan sesuatu yang dicintai Tuhannya dengan ucapan dan perbuatan, dan akan engkau ketahui ia (kita sebagai Umat Manusia) waspada terhadap perbuatan maksiat, dan ia akan senantiasa menjauhinya, ia membenci dan marah pada para pelaku kemaksiatan, meskipun perbuatan maksiat itu sangat dicintai nafsu dan terasa nikmat. Hal ini karena ia mengetahui bahwa Neraka itu dikelilingi dengan perbuatan-perbuatan yang disukai hawa nafsu, sedangkan Surga diliputi dengan hal-hal yang dibenci, jika ia dalam keadaan demikian, dialah orang yang benar-benar mencintai, dalam hal ini Dzun Nun Al-Mishri ditanya seseorang: “Kapan aku (dikatakan) mencintai Tuhanku?”
Ia menjawab: “Jika terdapat sesuatu yang dibencinya, ia menyuruhmu untuk bersabar.” [Disebutkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah, 9/323 dari beliau.]
Sebagian orang mengatakan: “Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah, tetapi ia tidak menyesuaikan diri denganNya (tidak melakukan sesuatu yang dikehendakiNya) maka batallah pengakuannya.”
Allah memberikan syarat bahwa sebagai bukti dalam mencintaiNya adalah mengikuti sunnah Nabi sebagaimana firman-Nya:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu ‘. “ (Ali Imran: 31)
8. Kufur (ingkar) terhadap sembahan selain Allah.
Syarat kedelapan ini diambil atau disarikan dari sabda Rasulullah:
من قال لا إلـه إلا اللـه و كفر بما يعبد من دون اللـه حرّم ماله و دمه
“Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan kufur (mengingkari) terhadap sembahan selain Allah maka haram hartanya (untuk dirampas) dan darahnya (untuk dibunuh). “ (HR. Muslim)
Post a Comment