Tips Memilih Pasangan Hidup
Posted on August 10, 2011 by Situs islam: www.almanhaj.or.id , www.alsofwah.or.id , www.muslim.or.id
Antara memilih dan dipilih. Begitulah sesungguhnya hidup ini. Hal ini
dikarenakan kehidupan manusia di dunia ini sering diwarnai sebuah
proses pilihan hidup yang saling susul menyusul, yang selalu hadir dalam
dua buah kondisi : Memilih ataukah dipilih! Dan salah satu kenyataan
hidup yang tak dapat kita hindari adalah keniscayaan untuk memilih calon
suami atau istri sebagai pendamping hidupnya di dunia bahkan hingga di
akhirat.
Masalah Pertama Yang Harus Diperhatikan.
Dalam membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah,
pemilihan pasangan hidup merupakan pintu gerbang pertama yang harus
dilewati secara benar sebelum masuk kepada lembaga keluarga Islami yang
sesungguhnya, sehingga perjalanan selanjutnya menjadi lebih mudah dan
indah untuk dilalui.
Karena itu ajaran Islam sangat menekankan system pemilihan pasangan
hidup yang berpedoman kepada nilai-nilai Islam. Tujuannya agar lelaki
yang shalih akan mendapatkan wanita yang shalihah, demikian pula
sebaliknya. Allah berfirman:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untk laki-laki yang baik dan laki-laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (QS. An Nuur:
26).
Mengapa Kita Harus Selektif?
Kecermatan memilih pasangan hidup sangat menentukan keberhasilan
perjalanan seorang hamba di dunia dan akhirat. Apalagi mengingat
pernikahan merupakan bentuk penyatuan dari dua lawan jenis yang berbeda
dalam banyak hal, keduanya tentu memiliki kebaikan dan keburukan yang
tingkatannya juga berbeda satu sama lain.
Adalah menjadi suatu hak dan kewajiban bagi setiap muslim dan
muslimah untuk mencari pendamping yang benar-benar akan membuka pintu
kebaikan buat dirinya dan mengundang keridhaan dari Rabb-nya dan hal ini
hanya dapat dicapai bila diawali proses pemilihan calon pasangan hidup
yang selektif, yang dilandasi oleh semangat Islami sebagai dasar
terjadinya suatu pernikahan. Ingat! Setelah pernikahan, tidak ada
pilihan lagi buat kita, kecuali dua hal: mendapatkan ketenangan yang
membahagiakan rumah tangga atau memperoleh kesengsaraan yang
membinasakan. Na’udzubillahi min dzaalik!
Akibat Salah Memilih
Akibat salah dalam memilih pasangan hidup, banyak pasangan suami
istri yang menghadapi kesulitan dan hidupnya malah tidak bahagia, bahkan
perceraian dan gonta ganti pasangan menjadi sesuatu yang sudah biasa
dilakukan. Dewasa ini, begitu banyak kasus pertikaian di dalam sebuah
keluarga, dari sekedar konflik yang berbentuk pertengkaran mulut sampai
dengan penganiayaan fisik bahkan pembunuhan, yang disebabkan oleh
kesalahan langkah awal dalam membentuk rumah tangga.
Iklim pergaulan di masyarakat kita yang memang cenderung permisif dan
belum Islami, merupakan penyebab utama yang melahirkan pernikahan
sebatas dorongan nafsu semata. Tolak ukur pencarian pasangan hidup
jarang yang berorientasi pada nilai-nilai agama. Melainkan seringkali
hanya sebatas keindahan fisik, melimpahnya materi dan mulianya status di
masyarakat, atau bahkan hanya karena sudah terlanjur cinta yang telah
menyebabkan mata hati menjadi buta terhadap kebaikan dan keburukan orang
yang dicinta.
Apabila pernikahan terjadi hanya lantaran dorongan nafsu semacam itu,
maka wajarlah jika banyak pasangan yang bertikai mereasa kesulitan
menyelesaikan permasalahan rumah tangga mereka secara Islami, lantaran
proses pernikahan mereka terjadi begitu saja secara naluriah, tanpa ada
landasan nilai-nilai ke-Islaman yang mengawali. Lalu bagaimana mungkin
akan kembali kepada Qur’an dan Sunnah, sedangkan mereka dahulunya tidak
berangkat dari keduanya? Maka memilih pasangan hidup atas dasar
nilai-nilai Islam adalah sikap yang penting, dan berhati-hati dalam
memilih pasangan hidup menjadi suatu keharusan bagi kita, camkanlah
nasehat Luqman Al Hakim berikut ini:
“Wahai anakku, takutlah terhadap wanita jahat karena dia membuat
engkau beruban sebelum masanya. Dan takutlah wanita yang tidak baik
karena mereka mengajak kamu kepada yang tidak baik, dan hendaklah kamu
berhati-hati mencari yang baik dari mereka.”
(Begitu pula untuk Wanita berhati-hatilah dalam mencari pasangan)
Siapa Yang Harus Kita Pilih?
Islam telah mengajarkan dengan cermat atas dasar apa kita harus memilih pasangan hidup kita:
“Dinikahi wanita atas dasar empat perkara: karena hartanya, karena
kecantikannya, karena keturunannya, dan k arena agamanya. Barangsiapa
yang memilih agamanya, maka beruntunglah ia.” (HR. al Bukhari dan
Muslim)
Maka jelaslah bagi kita bahwa ada empat dasar dalam menentukan siapa
yang layak untuk kita pilih menjadi pasangan hidup kita, yakhi kekayaan,
keelokan, keturunan serta akhlak dan agama. Dan di antara semuanya,
maka akhlak dan agama menjadi jaminan kedamaian dan kebahagiaan,
sebaliknya pengabaian bahkan pengingkaran terhadap masalah ini akan
menyebabkan fitnah dan kerusakan yang besar bagi para pelakunya.
Alangkah indahnya memang bila kesemuanya terkumpul pada diri seseorang
hamba Allah.
Pilih Yang Taqwa, Baru Yang Lain
Yang pertama adalah perihal kekayaan
Hal ini memang utama, bahkan Rasullah saw adalah seorang dermawan
yang paling banyak sedekahnya, tetapi pernikahan bukanlah sekedar
transaksi perdagangan semata, bahkan Allah mengancam mereka yang menikah
semata-mata karena mengharapkan kekayaan dengan kefakiran:
”Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, Allah tidak akan menambahkannya kecuali kefakiran..” (HR. Ibnu Hibban).
Yang kedua adalah keelokan
Hal ini juga memang boleh-boleh saja dan menyukai keelokan memang
fitrah manusia, bahkan Allah sendiri indah dan menyukai keindahan,
tetapi pernikahan pun bukan sekedar kesenangan mata belaka. Sesungguhnya
keelokan merupakan karunia Allah kepada hamba-Nya, yang kelak pasti
akan diambil-Nya secara perlahan dengan bertambahnya usia sang hamba.
Karena memang tidak ada keelokan yang berkekalan di dunia yang fana ini.
“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, sebab
kecantikan itu akan lenyap dan janganlah kamu menikahi mereka karena
hartanya, sebab harta itu akan membuat dia sombong. Akan tetapi
nikahilah mereka karena agamanya, sebab seorang budak wanita yang hitam
dan beragama itu lebih utama.” (HR. Ibnu Majah).
Dan ketiga adalah keturunan,
Demikian pula hal ini juga sesuatu yang utama, tetapi pernikahan pun
bukan sekedar kebanggaan silsilah yang justru bias membawa kepada
penyakit ‘ashobiyah’. Bahkan Allah mengancam mereka yang menikahi
seseorang hanya untuk mengejar keturunan, dengan memberikan kerendahan
bukan kemuliaan.
“Barangsiapa yang menikahi wanita karena keturunannya, Allah tidak akan menambahkan kecuali kerendahan…”(HR. Ibnu Hibban)
Terakhir yang keempat adalah akhlak dan agama,
Inilah faktor yang paling utama, yang tidak boleh tidak, harus ada
pada calon pasangan hidup kita. Semakin baik akhlak dan agama seseorang,
maka seakan-akan semakin jelaslah kebahagiaan sebuah rumah tangga telah
terbentang dihadapan kita. Akhlak dan agama disini bukanlah sebatas
ilmu dan retorika atau banyaknya hapalan di kepala, melainkan mencakup
ucapan dan perbuatan sebagai cerminan dari hati seseorang yang telah
melekat dalam kepribadiannya, dan inilah TAQWA yang sebenarnya!.
Betapa beruntungnya menikah dengan hamba yang bertaqwa, karena ia
pandai menghormati pasangan hidupnya dan sangat berhati-hati dari
menzhaliminya, sebagaimana jawaban Hasan bin Ali ketika ada seseorang
yang bertanya. “Aku mempunyai anak gadis, menurutmu kepada siapa aku
harus menikahkannya?” Maka Hasan menjawab.” Nikahkanlah ia dengan lelaki
yang bertaqwa kepada Allah. Jika lelaki itu mencintainya, maka ia akan
menghormatinya, dan jika marah maka ia tidak akan menzhaliminya.
Dan sebaliknya penolakan terhadap lelaki atau wanita yang bertaqwa, bagaikan menolak kebaikan dan menggantinya dengan kerusakan:
Simaklah kedua hadits berikut ini:
: “Jika datang seorang laki-laki kepadamu (untuk melamar), sedang kau
tahu ia baik akhlak dan agamanya lalu kau tolak, maka jadilah fitnah
buatmu dan kerusakan yang besar,” (HR. Ibnu Majah)
: “Apabila telah dating kepadamu seorang wanita yang agama dan
akhlaknya baik maka nikahilah dia. Jika engkau menikahi wanita bukan
atas dasar agama dan akhlak, maka wanita itu akan menjadi fitnah dan
menimbulkan kerusakan luas.”(HR. At Tirmidzi).
Akhirnya pernikahan yang ideal sesungguhnya merupakan keseimbangan
dari semua faktor tersebut, dengan akhlak dan agama sebagai parameter
yang paling penting, karena itu dalam memilih pasangan hidup, jangan
sampai niatan kita hanya sekedar mencari kecantikan atau keturunan atau
harta saja dengan meninggalkan criteria taqwa, sehingga tidak ada
keberkahan yang akan kita dapatkan dalam rumah tangga kita kelak.
“Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, Allah tidak akan
menambahkannya kecuali kafakiran. Barangsiapa yang mengawini wanita
karena untuk memejamkan pandangannya, menjaga kemaluannya serta menjalin
tali persaudaraan, niscaya Allah memberkahinya.” (HR. Ibnu Hibban).
Mempersempit Pilihan Untuk Keutamaan
Tidak jarang seseorang dihadapkan pada sekian banyak pilihan pasangan
hidup yang dari segi akhlak dan agama sama dan setaraf, apalagi masalah
di dalam ketaqwaan seseorang memang sulit untuk dideteksi dalam waktu
yang singkat. Maka untuk mencari sebuah keutamaan, pilihan kadang memang
perlu dipersempit, sebab semakin banyak pilihan maka akan semakin sulit
bagi kita untuk memilih yang terbaik. Dan menurut kacamata agama yang
tentunya selalu selaras dengan fitrah dan naluriah seorang insan. Ada
beberapa keutamaan yang bias dipertimbangkan dalam memilih pasangan
hidup.
1. Pilihan yang sekufu
“Pilihlah wanita-wanita yang akan melahirkan anak-anakmu dan
nikahilah wanita yang sekufu (sederajat) dan nikahlah dengan
mereka.”(HR. Ibnu Majah, Al Hakim, dan Al Baihaqi)
Al Kafa’ah merupakan masalah kesesuaian dan kesamaan antara pasangan
pernikahan yang dianggap paling mendekati, seperti pertimbangan akan
masalah: usia, garis keturunan, kehormatan, profesi, atau tingkat
pendidikan. Para ulama menyarankan agar laki-laki idealnya menikah
dengan wanita yang setingkat dengannya atau dibawahnya, sedangkan
seorang wanita sebaiknya menikah dengan laki-laki yang mempunyai
tingkatan yang sama atau di atasnya.
Tetapi penting untuk dipahami, bahwa tingkat kesamaan sosial ini
bukanlah merupakan syarat mutlak dalam sebuah proses pernikahan, karena
Islam sendiri adalah agama tanpa kelas, yang menyamakan kedudukan semua
hambanya, terkecuali dari ketakwaanya.
Kalaupun ia menjadi sebuah pertimbangan, adalah semata-mata sebagai
tindakan kehati-hatian, agar kelak tidak ada penyesalan dikemudian hari
yang akhirnya bias lebih menyakitkan, karena sesungguhnya hati manusia
itu memang sering labil dan mudah berubah-ubah. Dan masalah ini,
sebenarnya merupakan tata cara kebijaksanaan duniawi yang masih bisa
disepakati bila ada persetujuan diantara kedua belah pihak.
2. Memilih yang penuh kasih sayang dan subur
“Nikahilah wanita-wanita yang penuh kasih dan banyak memberikan
keturunan (subur) sebab aku akan bangga dengan banyaknya ummat dihari
kiamat kelak” (HR. Ahmad).
Hamba yang penuh kasih dan mengasihi adalah hamba yang memiliki nada
perasaan (afek) yang halus serta emosi yang terkendali. Kita dapat
mengenali apakah seseorang termasuk kriteria ini melalui ucapan,
perbuatan ataupun tatapan mata, baik dikala ia gembira maupun kecewa,
yang kesemuanya itu dapat memberikan gambaran tentang bagaimana
kepribadian dan isi hati yang dimilikinya. Apakah dipenuhi kelembutan
dan kasih sayang? Ataukah dipenuhi kekasaran , kebencian dan kepalsuan.
Sementara itu mereka secara mudahnya dapat kita ketahui dari berapa
jumlah saudara atau keluarganya yang terdekat, atau dari jenis penyakit
penghambat keturunan yang diderita dirinya ataupun saudaranya dan
keluarganya yang terdekat.
3. Memilih kerabat yang jauh
Nasihat Rasulullah saw. “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat,
sebab dapat berakibat melahirkan keturunan yang lemah akal dan fisik.”
Dan selain untuk menjaga kualitas keturunan dari penyakit bawaan,
menikahi mereka yang berasal jauh dari keluarga kita akan menambah
ikatan kekerabatan dengan orang lain, serta memberikan kebahagiaan
sendiri bila harus berpergian jauh untuk saling silaturahim.
4. Memilih para gadis
“Nikahilah para gadis sebab ia lebih lembut mulutnya, lebih lengkap
rahimnya, dan tidak berfikir untuk menyeleweng, serta rela dengan apa
yang ada di tanganmu.” (HR. Ibnu Majah. Al Baihaqi dari Uwaimir bin
Saidah)
Pernikahan dengan yang masih gadis lebih utama daripada janda, karena
dapat membuat hubungan lebih erat dan menyatu, mereka lebih mudah
digoda dan Bercanda serta bersenang-senang, lebih setia dan menerima,
serta lebih sedikit beban mental dan psikologisnya bagi kita. Semua ini
mempunyai kesan dan kenikmatan tersendiri di dalam menambah keindahan
rumah tangga.
Mempersempit pilihan bukan mempersulit pilihan
Jadi sesungguhnya tidak ada larangan untuk mempersempit pilihan kita
dalam rangkan meraih sebuah ketentraman, selama pijakannya tetap
berpedoman kepada nilai-nilai Islam. Walaupun demikian, keinginan ini
bukan suatu kemutlakan yang harus dilakukan apalagi dipaksakan.
Dalam kondisi-kondisi tertentu, menikahi seorang yang dari satu sisi
dianggap tidak sekufu, atau yang kurang kesuburannya, atau yang masaih
memiliki hubungan kerabat dekat, atau seorang janda, bukanlah suatu
perbuatan yang bernilai minus di dalam Islam, bahkan bisa jadi lebih
utama, bila ada alas an yang kuat untuk dilakukan.
Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa mempersempit pilihan ini
tidaklah sama dengan mempersulit pilihan. Jika mempersempit pilihan
berdasarkan anjuran agama demi keutamaan, kepuasan dan kesyukuran
seorang hamba atas nikmat Allah yang sangat banyak, maka mempersulit
pilihan merupakan anjuran hawa nafsu demi keangkuhan, gengsi dan
kepuasan duniawi belaka. Jadi sangat jauh berbeda diantara keduanya!.