Latest Movie :
SELAMAT DATANG DAN SLAMAT MEMBACA BLOG SAYA YANG SEDERHANA INI santun saya PUJANGGA HINA
Recent Movies
Showing posts with label agama. Show all posts
Showing posts with label agama. Show all posts

roh manusia


Roh adalah bagian dari tubuh kita yang tidak dapat dihindari keberadaanya bahkan Allah SWt pun berfirman pada "surat Al-isra'17 ayat 85 yang artinya dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. katakanlah roh itu termasuk urusanku. dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit" dengan pengetahuan ini yang telahdilakuakan pengkajian dari dahulu secara sangat sangat mendalam oleh nenek moyang kita ternyata memang tubuh manusia itu terdiri dari 9 jenis roh dan mereka memiliki fungsi dan tugas nya masing masing berikut Jenis-jenis Roh Pada Diri Manusia Serta Fungsinya :





1. Roh idhofi atau dalam bahasa kejawen sering disebut dengan roh ilafi/ilofi :


Alam tinggal roh idhofi ini adalah nur (cahaya) yang terang benderang dan sangat sejuk. roh idhofi adalah roh central atau pusat dalam tubuh manusia roh ini yang memiliki peranan paling besar/penting dan roh inilay yang memerintah dari ke 8 roh lainya maka dari itu roh idhofi diberi julukan "johar awal suci" roh inilah yang membuat manusia hidup. roh idhofi adalah roh sumber dari 8 roh lainya bila mana roh idhofi ini keluar dari raga manusia maka dapat dipastikan roh yang ke 8 akan ikut serta keluar dari raga dan kejadian inilah yang disebut Kematian maka dari itu roh idhofi disebut "Nyawa" namun bila kebalikanya yaitu ke 8 roh keluar dari tubuh kita namun 1 roh(Idhofi) tetap tinggal dalam raga dapat dipastikan manusia masih bisa hidup namun pasti saja memiliki kekurangan dikarenakan 8 fungshi yang mengatur tubuh kita hilang. 'bagi seseorang yang mempunyai tingkat ilmu kebatinan tinggi dapat menjumpai wujud dari roh idhofi ini.


wujud dari roh idhofi tidak jauh berbeda dengan tubuh kita dari rupa, suara, tingkah dan segala sesuatunya persis seperti wujud kita sendiri yang memiliki (tidak ada yang berbeda) sifat inilah yang membedakan roh idhofi berbeda dengan roh lainya




2. Roh Rabbani : Alam tinggal roh ini dalam nur (cahaya) berwarna kuning diam tak bergerak.


Sifat roh rabbani ini tidak mempunyai kehendak apa apa. memiliki ketentraman hati. dan tubuh tidak merasakan apa apa. karena roh ini tidak memiliki hawa nafsu, maka roh ini sering dipergunakan para kaum supranaturalis sebagai titik acuan dalam semedi / bertapa. untuk mencapai ketenangan dan penyatuan dengan alam




3. Roh Rohani : roh ini yang mengendalikan hawa nafsu manusia.


Roh ini mimiliki 2 sisi kehendak yang berbeda. roh yang membuat kita sering merasakan kadang menyukai sesuatu hal. dan kadang tidak menyukai hal tersebut (membenci). roh ini pun yang memiliki pengaruh akan perbuatan baik dan buruk roh ini pun menemoati 4 jenis nafsu yaitu 1. Nafsu luwama (aluamah) 2.Nafsu Amarah 3.Nafsu Supiyah 4.Nafsu mulamah (mutmainah). jika roh ini meninggalkan tubuh manusia maka manusia makan manusia tidak akan mempunyai nafsu lagi. bilamana manusia mampu menguasai roh ini maka ia akan hidup dalam keilmuan. roh ini memiliki sifat mengikuti penglihatan, apa yang kita pandang apa yang kita lihat disitulah roh rohani berada. untuk melihat / menjumpai roh ini kita akanmenjumpai terlebih dahulu melihat macam macam nur (cahaya) seperti kunang kunang. setelah cahaya tersebut hilang barulah kita dapat menjumpai roh ini






4. Roh Nurani : roh ini membawa sifat terang.


Karena roh inilah manusia bisa merasakan suatu petunjuk yang menuntun dan keterangan dalam hati & pikiran. bilamana roh nurani meninggalkan tubuh maka orang tersebut akan merasakan gelap nya hati dan pikiran. Roh Nurani menguasai nafsu mutmainah yang menonjol yang dapat mengalahkan nafsu lainya sehingga membawa kebaikan yang terjaga. hati terasa tentram, prilaku baik dan terpuji, air muka pun akan terlihat bersinar (bercahaya) tidak banyak berbicara, tidak ragu dalam mengambil keputusan, serta tidak mengeluh jika ditimpa kesusahan/musibah. bagi yang bisa menguasai roh ini semua perkara, suka, duka akan dipandang sama rata




5. Roh kudus : biasa dikenal dengan sebutan roh suci.


Roh ini membawa pengaruh sifat welas asih pada semua makhluk. tidak segan memberi pertolongan dan berbuat kebajikan serta mempengaruhi perbuatan amal ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya




6. Roh Rahmani : Roh diberi nama yang mengambil dari kata "Rahman" yang artinya pemurah.


Karena roh ini memiliki sifat pemurah suka memberi dan bersifat sosialitas




7. Roh Jasmani : pemahaman sifat kerja roh ini sering diterapkan dalam ilmu pengobatan dikarenakan roh inilah yang mengatur seluruh sistem peredaran darah, urat syaraf pada manusia.


Karena roh inilah kita memiliki rasa sakit, cape, segar, roh inipun memiliki nafsu amarah dan nafsu hewani nafsu inilah yang membuat kita malas, menyuakai hubungan badan, serakah, dan ingin dimengerti sendiri. salah satu tantangan seseorang mempelajari ilmu kebatinan untuk mencapai taraf supranatural yang paling utama adalah menundukan sifat roh jasmani ini dalam tubuh. karena tanpa terlebih dahulu menundukan sifat roh ini maka tidak akan mampu menguasai ilmu kebatinan tingkat tinggi yang selalu terhalang ileh rasa sakit malas dan sebagainya




8. Roh Nabati : roh ini yang mengendalikan perkembangan pertumbuhan pada tubuh


9. Roh Rewani : roh inilah yang menjaga tubuh kita. bila roh ini keluar dari tubuh maka kita akan tertidur.


Dan apa bila roh ini kembali dari tubuh maka kita akan kembali terbangun. jika seseorang tertidur bermimpi dengan arwah seseorang. maka roh rewani dari orang yang bermimpilah yang menjumpainya. jadi mimpi tersebut adalah hasil kerja roh rewani yang mengendalikan otak manusia. pergi dan keluarnya roh rewani pun yang diatur oleh roh idhofi. begitupun degan roh yang lainya masih tetap dalam kekuasaan roh idhofi.

kumpulan doa dibulan puasa



Sebaiknya selama bulan Ramadhan kita mengisi dengan berbagai amalan-amalan sunnah. Di antaranya adalah amalan do’a dan dzikir. Di bawah ini ada sebagian Kumpulan amalan do’a dan dzikir di bulan Ramadhan yang dapat kita lakukan pada Bulan Puasa Ramadhan.


1. Do'a Niat Mandi Sunat Awal Ramadhan


نَوَيْتُ الغُسْلَ لِدُخُوْلِ رَمَضَانَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
Nawaitul Ghusla Lidzuu khuli Ramadhona Sunata Lillaahita'ala.
Artinya :
" Aku berniat mandi sunat bulan Ramadhan karena Allah Ta’ala ".

2. Do'a Menjumpai Malam Pertama Bulan Ramadhan

رَبِّى وَرَبَّكَ اللهُ هِلاَلُ خَيْرَ وَرُشْدٍِ اَللَّهُمَّ اَهْلِهُ عَلَيْنَا بِالسَّلاَمَةِ وَالاِسْلاَمِ وَالاَمْنِ وَالاِيْمَانِ

Rabbi warabbakallahu Hilalu Khoiro warushdzi, Allaahumma Ahlihu ngalaina bissalamati wal islami wal amni wa iimani.

Artinya :

" Tuhanku & Tuhanmu adalah Allah, Ia adalah bulan sabit Kebajikan & Petunjuk. Ya Allah terbitkanlah Ia atas kami dengan kesejahteraan, Islam, aman & iman ".

      3. Do'a Niat Puasa Ramadhan

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍّ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى
Nawaitu shouma ghodin ‘an adaa-i fardhi syahri romadhoona haadzihis sanati lillaahi ta ‘aala.
Artinya :
" Aku niat berpuasa esok hari utk menunaikan kewajiban bulan ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala ".
4. Do'a Berbuka Puasa
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ ءَامَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allahumma laka Shumtu wabika aamantu wa’ala risqika afthartu birahmatika yaa arhamar raahimiin.
Artinya :
" Ya Allah karena engkau saya berpuasa & kepada engkau aku beriman & atas rezeki yang engkau beriman saya berbuka, dengen rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih ".

5. Do'a Niat Shalat Tarawih

a. Niat untuk imam:
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ اِمَامًا ِللهِ تَعَالَى
            Ushalli sunnatat-tarawihi rak'ataini Mustakbilal kiblati Imamma Lillaahi Ta'ala.
            Artinya :" Aku berniat Shalat Tarawih dua rakaat menjadi imam karena Allah Ta'ala ".
b. Niat untuk makmum:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatat-tarawihi rak'ataini Mustakbilal kiblati Ma'mumma Lillaahi Ta'ala.
Artinya :
" Aku berniat Shalat Tarawih dua rakaat menjadi makmum karena Allah Ta'ala ".
6. Do'a Niat Shalat Witir Satu Raka'at
a. Niat untuk imam:

أُصَلِّي سُنَّةً الْوِتْرِ رَكْعَةَ اِمَامًا للهِ تَعَالى

Ushallii sunnatal-witri rak’atan Imamma lillaahi ta’aalaa.
Artinya :
" Aku berniat shalat satu rakaat witir jadi imam karena Allah Ta’ala ".
  1. b. Niat untuk makmum:
أُصَلِّي سُنَّةً الْوِتْرِ رَكْعَةَ مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالى
Ushallii sunnatal-witri rak’atan lillaahi ta’aalaa.
" Aku berniat shalat satu rakaat witir jadi makmum karena Allah Ta’ala ".
7. Do'a Niat Shalat Witir Dua Raka'at
a. Niat untuk imam:

أُصَلِّي سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ اِمَامًا للهِ تَعَال
Ushallii sunnatal-witri rak’ataini Imamma lillaahi ta’aalaa.
Artinya :
" Aku berniat shalat witir dua rakaat jadi imam karena Allah Ta’ala ".
b. Niat untuk makmum:

أُصَلِّي سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا للهِ تَعَال
Ushallii sunnatal-witri rak’ataini ma'muumma lillaahi ta’aalaa.
Artinya :
" Aku berniat shalat witir dua rakaat jadi makmum karena Allah Ta’ala ".
8. Do'a Niat Diam (I’tikaf) di Mesjid
a. Niat I’tikaf sunnah

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فىِ هَذاَ المَسْجِدِ مُدَّةَ إِقاَمَةِ فِيْهِ سُنَّةً ِللهِ تَعاَلىَ
Nawaitu an-a'takifa fii haadzal masjidi sunnatan lillaahi ta'aalaa.
Artinya :
" Aku niat I’tikaf di mesjid ini selama tinggal di dalamnya, Sunnah karena Allah SWT ".
b. Niat I’tikaf wajib atau yang dinadzarkan

نَذَرْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فىِ هَذاَ المَسْجِدِ مُدَّةَ إِقاَمَةٍ فِيْهِ فَرْضاً ِللهِ تَعاَلىَ
Nadzartu an-a'takifa fii haadzal masjidi sunnatan lillaahi ta'aalaa.
Artinya :
"Aku nadzar (janji) I’tikaf di mesjid ini selama tinggal di dalamnya, fardu karena Allah SWT".

9. Do'a Malam Lailatul Qadar

اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Allahumma Innaka 'Afuwwun, Tuhibbul 'Afwa, Fa'fu 'Anni
Artinya :
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Senang Memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku."




wajib baca
KEUTAMAAN PUASA  DIBULAN RAMADHON



Keutamaan Puasa 30 Hari di Bulan Ramadhan

Orang mukmin keluar dari dosanya pada malam pertama, seperti saat dia dilahirkan oleh ibunya.

Dan pada malam kedua, ia diampuni, dan juga kedua orang tuanya, jika
keduanya mukmin.

Dan pada malam ketiga, seorang malaikat berseru dibawah ‘Arsy: “Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosamu yang telah lewat”.

Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan (Al-Quran).

Pada malam kelima, Allah Ta’ala memeberikan pahala seperti pahala orang yang shalat di Masjidil Haram, masjid Madinah dan Masjidil Aqsha.

Pada malam keenam, Allah Ta’ala memberikan pahala orang yang berthawaf di Baitul Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap batu dan cadas.

Pada malam ketujuh, seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa a.s. dan kemenangannya atas Fir’aun dan Haman.

Pada malam kedelapan, Allah Ta’ala memberinya apa yang pernah Dia berikan kepada Nabi Ibrahin a.s.

Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allag Ta’ala sebagaimana ibadatnya Nabi SAW.

Pada Malam kesepuluh, Allah Ta’ala mengaruniai dia kebaikan dunia dan akhirat.

Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia seperti saat ia dilahirkan dari perut ibunya.

Pada malam keduabelas, ia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bagaikan bulan di malam purnama.

Pada malam ketigabelas, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari segala keburukan.

Pada malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa ia telah melakukan shalat tarawih, maka Allah tidak menghisabnya pada hari kiamat.

Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat dan para penanggung (pemikul) Arsy dan Kursi.

Pada malam keenam belas, Allah menerapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka dan kebebasan masuk ke dalam surga.

Pada malam ketujuh belas, ia diberi pahala seperti pahala para nabi.

Pada malam kedelapan belas, seorang malaikat berseru, “Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah ridha kepadamu dan kepada ibu bapakmu.”

Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajat-derajatnya dalam surga Firdaus.

Pada malam kedua puluh, Allah memberi pahala para Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang saleh).

Pada malam kedua puluh satu, Allah membangun untuknya sebuah gedung dari cahaya.

Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari setiap kesedihan dan kesusahan.

Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangun untuknya sebuah kota di dalam surga.

Pada malam kedua puluh empat, ia memperoleh duapuluh empat doa yang dikabulkan.

Pada malam kedua puluh lima, Allah Ta’ala menghapuskan darinya azab kubur.

Pada malam keduapuluh enam, Allah mengangkat pahalanya selama empat puluh tahun.

Pada malam keduapuluh tujuh, ia dapat melewati shirath pada hari kiamat, bagaikan kilat yang menyambar.

Pada malam keduapuluh delapan, Allah mengangkat baginya seribu derajat dalam surga.

Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang diterima.

Dan pada malam ketiga puluh, Allah berfirman:”Hai hamba-Ku, makanlah buah-buahan surga, mandilah dari iar Salsabil dan minumlah dari telaga Kautsar. Akulah Tuhanmu, dan engkau hamba-Ku” (HR Majalis).


Masjid Tua dari Pohon Sagu yang Ajaib

Masjid Tua dari Pohon Sagu yang Ajaib


Di bagian timur Indonesia berdiri sebuah masjid tua Wapawue yang sangat bersejarah dan selalu diliputi keajaiban. Bukan sekadar tua, melainkan yang tertua di Maluku karena telah ada sejak tahun 1414 M.

Dari segi arsitekturnya, bisa jadi inilah satu-satunya masjid yang terbuat dari pelepah sagu dan dipertahankan keasliannya selama berabad-abad. Berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu.

wikimedia.org

Konstruksinya berdinding gaba-gaba (pelepah sagu yang kering), masih berfungsi dengan baik sebagai tempat salat, kendati sudah ada masjid baru di desa itu.

Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Tipologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar.


Nico Wijaya / Detik.traveler


Dalam masjid ini tersimpan Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir). Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk Eropa.

Nah, sekarang kita lihat keajaiban yang selalu melingkupi masjid ini... percaya atau tidak.

1. Masjid pindah sendiri
Mulanya masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di Lereng Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Jadi bukan di Kaitetu.

Jamilu datang ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M untuk menyebarkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane, yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly.

Ketika VOC menguasai bumi rempah-rempah Maluku, Belanda mengganggu kedamaian penduduk lima kampung yang telah menganut ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari. Belanda kemudian melakukan proses penurunan penduduk dari daerah pegunungan tidak terkecuali penduduk kelima negeri tadi. Merasa tidak aman dengan ulah Belanda, Masjid Wawane dipindahkan pada tahun 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak 6 km sebelah timur Wawane.

indonesia-heritage.net
melayuonline.com

Ada sebuah hikayat yang kemudian diceritakan dari generasi ke generasi... dikisahkan ketika masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly turun ke pesisir pantai dan bergabung menjadi negeri Kaitetu, Masjid Wapauwe masih berada di dataran Tehala.

Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya masjid secara gaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya.

"Menurut kepercayaan kami (masyarakat Kaitetu) masjid ini berpindah secara gaib. Karena menurut cerita orang tua-tua kami, saat masyarakat bangun pagi ternyata masjid sudah ada," kata Ain Nukuhaly, warga Kaitetu.


2. Dedaunan tak berani


Seperti dikisahkan sebelumnya, masjid yang awalnya bernama Wawane ini kemudian berganti nama menjadi Wapawue. Tempat masjid ini berada di daerah yang banyak tumbuh pepohonan mangga hutan atau mangga berabu. Dalam bahasa Kaitetu disebut "Wapa". Karena itulah, Wapawue berarti "masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu."

Ada keanehan yang selalu terjadi. Jika ada daun dari pepohonan di sekitar tempat itu gugur, secara ajaib tak satupun daun yang jatuh di atasnya.


3. Tak bisa hancur?
Nico Wijaya / Detik.traveler

Masjid Wapawue berada di antara situs-situs bersejarah, antara lain benteng tua "New Amsterdam" dan gereja tua peninggalan Portugis dan Belanda.

Saat kerusuhan di Ambon meletus tahun 1999, banyak bangunan hancur karena konflik agama tersebut. Termasuk gereja tua tadi. Sementara Masjid Wapawue tetap berdiri kokoh tanpa ada gangguan sama sekali, padahal letaknya hanya sekitar 150 meter dari gereja tua dan benteng bersejarah.

Keajaiban atau kebetulan, Walahu'alam Bishowab.

Sumber:  Yafi Blog http://yafi20.blogspot.com/2012

Berserah Diri Kepadamu Ya Robbi,

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِي Salam Blogger! Apakah Anda termasuk orang yang suka menangis? Perlu diketahui Menangis itu adalah sunnah dalam Islam, Berserah Diri Kepadamu Ya Robbi, Dengan Menangis, Kabar Islam Hot. Menangis hakekatnya adalah suatu hal yang manusiawi pada diri manusia. Anggapan kebanyakan orang yang salah kaprah bila sudah mendengar kata tersebut pasalnya dengan menangis katanya cengeng, nyatanya itu adalah salah bukan menunjukkan kelemahan jiwa seseorang, melainkan menunjukkan sebuah ketulusan.


Menangis Berserah Diri

Salah besar jika kita beranggapan bahwa orang yang rajin menangis adalah orang yang jiwanya lemah. Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam adalah sosok manusia perkasa yang ulet, tahan uji, dan jauh dari sifat-sifat lemah. Terbukti beliau dapat menundukkan semua serangan atas diri beliau, baik yang datang dari manusia, syaitan, bahkan yang datang dari hawa nafsu beliau sekalipun sanggup ditundukkan. Hal ini dipertegas oleh Allah dalam Al Qur'an Surat An-Najmi: "Dan, tidaklah dia (Nabi Muhammad) itu berbicara dengan hawa nafsu, tetapi apa yang dikatakannya adalah berdasarkan pada wahyu yang diwahyukan kepadanya". Intinya karena perkara sunnah itu datangnya dari baginda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam berarti benar adanya, terbukti karena ada surat Al Qur'an menjelaskan seperti diatas.

Berserah Diri Kepadamu Ya Robbi, Dengan Menangis, Kabar Islam Hot

Tidak heran jika dalam sujud, berdo'a bersimpuh mohon ampun kepada Allah Subhanahu WaTa'ala dianjurkan umat Islam untuk menangis, selain karena sunnah bisa menimbulkan kekhusu'an bagi umat dalam berserah diri kepada sang pencipta-Nya. Berikut salah satu do'a-do'a para Rasul Allah yang bisa diamalkan.

1. Ampunan (Nabi Ibrahim 'Alahi Sallam)
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِي

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

14:41, ”Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".

2. Petunjuk dan Rahmat (Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam)

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِي

رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

3:8, (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”.


Referensi
http://tengkuzulkarnain.net/index.php/artikel/index/57/Menangis-Adalah-Sunnah-Dalam-Islam
www.mentaritimur.com/mentari/jun04/kumpulan_doa.htm

Jauhkanlah Dirimu Dari Cinta Buta

Jauhkanlah Dirimu Dari Cinta Buta


Betapa banyak orang mengalami penyakit cinta buta. Cinta buta itu tidak dapat membedakan antara kemuliaan dan kehinaan. Banyak mereka yang terkena penyakit cinta buta itu, terjatuh ke dalam kehidupan hina dina, tetapi mereka menyangka sebuah kemuliaan. Tak jarang pula mereka yang sudah terkena penyakit cinta buta itu, kehilangan kesadaran dan kehendak sucinya mengenal hakekat kebenaran sejati, Al-haq.
Mengobati cinta buta seseorang harus mengetahui bahwa yang menimpanya adalah sesuatu yang bertentangan dan menafikan tauhidnya kepada Allah. Manusia yang mengalami cinta buta harus menyadari bahwa ketika melakukan semuanya, karena kelalaian hatinya kepada Allah. Ia harus mengetahui dan menyadari untuk bertauhid kepada-Nya, sunnah-sunnah-Nya, dan bukti-bukti Allah.
Melakukan ibadah-ibadah lahir dan bathin, sehingga hati dan pikirannya senantiasa berpikir kepadanya ibadah kepada-Nya. Hendaklah ia memperbanyak kembali dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh ketundukkan dan rendah diri. Tidak ada obat yang paling efektif daripada ikhlas hanya kepada Allah. Allah menyebutkan di dalam Al-Qur’an :
“Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”. (Yusuf : 24)
Penggambaran ayat diatas ini menjelaskan bahwa Allah memalingkan dan menjauhkan Yusuf dari kemungkaran isyq (cinta buta) dan kekejian dengan keikhlasannya. Tidak ada yang dapat menjauhkan kesesatan seseorang kecuali, hanya ketika ia dekat dengan Allah. Jika hati itu bersih suci dan memurnikan amanah hanya kepada Allah, maka idak mungkin orang akan terkena penyakit cinta buta. Cinta buta tidak akan bersemayam di hati seseorang yang selalu mengingat Allah. Sebab cinta buta hanya berada di dalam hati yang kosong. Seperti dikatakan seorang penyair :
“Cintaku pada perempuana itu datang sebelum aku mengenal cinta, Ia datang ke hati yang kosong, kemudian bersaralah ia”.
Maka, hendaklah orang yang berakal mengetahui bahwa secara logika dan syariat dalam hidup ini, ia harus meraih kebaikan dan kemaslahatan atau melengkapinya dan menghindar dari mafsadah. Jika seseorang dihdapkan pada masalah yang ada kandungan masalahat dan mafsadah,maka ia harus memiliki dua prinsip.
Prinsip amali dan prinsip ilmiah. Secara ilmiah mengharuskannya memiliki pengetahuan tentang mana yang lebih kuat segi maslahat atau mafsadahnya? Jika ia telah menemukan mana yang paling banyak masalahatnya, maka seseorang itu harus mengikuti yang palig banyak masalahatnya. Bukan justru mengikuti yang banyak mafsadahnya, meskipun secara pandangan mata, itu sangat baik bagi seseorang.
Seseorang harus memahami bahwa cinta buta itu, tidak ada sama sekali maslahatnya bagi manusia di dunia dan akhirat. Cinta itu dapat menimbulkan mafsadah bagi manusia dalam kategori yang sangat luas dalam kehidupan ini. Diantaranya :
Pertama, manusia akan disibukkan dengan mengingat-ngingat makhluk dan mencintainya, dan dibandingkan dengan zikir dan cinta kepada Allah. Ketahuilah antara cinta dan zikir itu tidak mungkin menyatu dalam hati seseorang, karena keduanya akan bertarung, dan akan menguasainya adalah yang paling kuat.
Kedua, hatinya tersiksa karena ma’syuqnya, dan barangsiapa yang mencintai selain Allah, ia akan tersiksa dengannya. Seorang penyair mengatakan :
“Tak ada yang lebih sengsara di bumi daripada orang yang kasmaran,
Jika ia bertemu dengan orang yang dicintai ia senang,
Kau lihat ia menangis setiap saat,
Karena takut berpisah ataumemendam rindu,
Ia juga menangis ketika erada disampingnya karena takut berpisah,
Air mata bverlinang ketika berpisah,
Dan air matanya berlinang lagi ketika bertemu”.
Cinta buta, meski terkadang dinikmati oleh pelakunya, namn sebenarnya ia merasakan ketersiksaan hati yang paling berat.
Ketiga, Hatinya tertawan dan terhina dalam genggaman orang yang dicintainya. Namun, karena ia mabuk cinta, ia tidak merasakan musibah yang menimpanya.
“Mata melihatnya ia hidup bebas, padahal hakikatnya ia tertawan,
Ia sakait dan berputar dalam lingkaran kutub,
Ia mati meski terlihat fisiknya hidup,
Ia tak punya hak untuk dibangkitkan lagi,
Hatinya hilang tersebut dalam kebodohan,
Ia tak akan kembali sampai mati”.
Keempat, ia akan disibukkan oleh ma’syuqnya dari urusan maslahat agama dan dunianya. Tak ada orang yang paling menyia-nyiakan agama dan dunia, melebihi orang sedang dirundung cinta buta. Ia menyia-nyiakan maslahat agamanya, karena hatinya lalai untuk beribadah kepada Allah. Kemaslahatan dalam segi agama terwujud dengan bercahanya hati, dan kecenderungan untuk melakukan ibadah kepada Allah. Sementara itu, cinta kepada keindahan fisik akan menghancurkan semua agama yang dibangunnya.
Kelima, bahaya-bahaya dunia dan akhirat lebih cepat menim;pa kepada orang yang dirundung cinta buta, melebihi kecepatan api membakar kayu kabar kering. Ketika hati berdekatan dengan ma’syuqnya ia akan menjauh dari Allah. Jika hati jauh dari Allah, semua jenis marabahaya akan mengancamnya dari segala sisi, kaerna setan menguasainya. Jika setan telah menguasainya, maka musuh menjadi senang.
Keenam, jika kekuatan setan menguasai seseorang, ia akan merusak akalnya dan memberikan rasa was-was. Bahkan, mungkin tak ada bedanya ia dengan orang gila. Mereka tidak menggunakan akalnya secara layak. Padahal, yang palin berharga bagi manusia adalah akalnya. Akal yang membedakan ia dengan binatang.
Apa yang membuat yang membuat gila Layla Majnun, tidak lain karena cinta buta. Seperti kata penyair:
Mereka bilang, “Kamu gila (tergila) dengan orang yang kaucintai?,
Engkau menjawab, “Cinta buta lebih dahsyat daripada orang gila”,
Orang yang terserang cinta buta tidak tersadar sepanjang masa,
Sementara orang gila akan siuaman dari kegilaannya”.
Ketujuh, cinta buta akan merusak indra atau mengurangi kepekaannya, baik indra seriya ‘konkrit’ maupun indra maknawi ‘abstrak’,. Kerusakan indra maknawi mengikuti rusakna hati, sebab jika hati telah rusak, maka organ pengindra lain, seperti mata, lisan, telinga, juga turut rusak. Artina, ia akan melihat yang buruk pada diri ma’syuq adalah baik juga dan juga sebaliknya.
Imam Ahmad mengatakan, “Cintamu kepada sesuatu membutakanmu dan membuatmu tuli”. Mata hati akan buta melhat keburukan dan kekurangan orang atau sesuatu yang dicintainya, sehingga mata fisiknya tidak mampu melihat hal itu. Telinganya akan tuli mendengarkan celaan orang kepada orang yang dicintainya. Kesenangan-kesenangan itu menutup kekurangan dan aib.
“Kecintaanku kepadamu menutup mataku,
Namun, ketika terlepas cintaku semua aibmu menampakkan diri”.
Maka ketika seseorang mencintai fisik, selanjutnya akan ditandai dengan sakitnya badan, karena mencintai pisik bentuk-bentuk keindahan fisik, bahkan mungkin sampai ada ang mati karenanya. Dan, kisah dari Ibn Abbas, menceritakan ada seoran laki-laki yan g sangat kurus, sehingga yang tersisa hanya kulit dan tulang. Ibn Abbas, berkata, “Kenapa dia?”. “Ia terkena jatuh cinta, isyq”. Maka Ibn Abbas berdoa dan belrindung dari Allah sepanjang hari.
Kedelapan, seperti yang disebutkan diatas, bahwa isyq adalah berlebihan dalam mencintai, sehingga orang yang dicintainya sudah pada tingkat menguasai dan mengendalikannya.
“Awalnya ia hanya membutuhkan cinta,
Kemudian setelah ia dapatkan itu, ia berjalan sesuai dengan takdir,
Sehingga, ketika ia masuk dalam dunia cinta yang dalam dan gelap,
Ia menghadapi urusan-urusan yang tak sanggup dipikul,
Meski oleh orang-orang besar sekalipun”.
Wallahu’alam.

CARA BERTAUBAT

CARA BERTAUBAT

Taubat, Muara Terindah bagi Seorang Hamba


Laksana musafir yang singgah sejenak di suatu tempat, sekedar untuk beristirahat dan mengumpulkan bekal, lalu melanjutkan perjalanannya kembali hingga sampai ke tempat tujuannya. Demikianlah hakikat kehidupan manusia di muka bumi ini, bahwa setiap kita hakikatnya adalah musafir yang sedang berjalan menuju kampung kita yang sejati, yaitu negeri akhirat yang kekal.
Maka sudah sepantasnya kita mempersiapkan diri dan berbekal dengan ketakwaan untuk kehidupan kita yang sesungguhnya, yaitu kehidupan yang tidak ada kematian lagi setelahnya, yang ada hanyalah kebahagian selama-lamanya ataukah sebaliknya: adzab yang panjang.
Namun sudah menjadi tabiat manusia tergelincir dalam dosa, padahal tidaklah manusia itu diciptakan kecuali semata-mata untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka tatkala seseorang tergelincir ke dalam lembah kenistaan, hendaklah ia segera kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala, meninggalkan kesalahannya dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut di masa datang. Inilah suatu amalan besar yang dinamakan dengan taubat.
Makna Taubat
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Makna taubat secara bahasa adalah kembali, sedangkan menurut perngertian syar’i taubat adalah kembali dari maksiat kepada Allah Ta’ala menuju ketaatan kepada-Nya. Dan taubat yang paling agung serta paling wajib adalah taubat dari kekafiran kepada keimanan.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَف
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, Jika mereka berhenti (bertaubat dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu.” (Al-Anfal: 38)
Kemudian tingkatan taubat berikutnya adalah taubat dari dosa-dosa besar, berikutnya taubat dari dosa-dosa kecil. Dan wajib bagi setiap manusia untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari setiap dosa.” (Syarhu Riyadhis Shalihin, 1/38)
Kewajiban Bertaubat
Bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan kewajiban yang diperintahkan Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nashuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (At-Tahrim: 8)
Juga firman Allah Ta’ala:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur: 31)
Dalam hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
عن الأَغَرِّ بنِ يسار المزنِيِّ – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – : ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّى أَتُوبُ فِى الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ)) رواه مسلم
Dari al-Agar bin Yasar radhiyallahu’anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah Ta’ala, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim, no. 7034)
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Para Ulama telah sepakat (ijma’) atas wajibnya taubat, karena perbuatan-perbuatan dosa dapat membinasakan pelakunya dan menjauhkannya dari Allah Ta’ala, maka wajib menghindarinya dengan segera.”
Jadi, kewajiban taubat harus dilaksanakan dengan segera dan tidak boleh ditunda-tunda, karena semua perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam harus dilaksanakan dengan segera jika tidak ada dalil yang membolehkan penundaannya. Bahkan para ulama menjelaskan bahwa menunda taubat merupakan suatu perbuatan dosa yang membutuhkan taubat tersendiri.
Syarat-syarat Taubat
Pertama: Ikhlas
Hendaklah seorang bertaubat dengan niat yang ikhlas, yaitu semata-mata mencari keridhaan Allah Ta’ala dan agar mendapatkan ampunan-Nya, bukan karena ingin dipertontonkan kepada manusia (riya’), atau hanya karena takut kepada penguasa, ataupun kepentingan-kepentingan duniawi lainnya. Karena taubat kepada Allah Ta’ala adalah termasuk ibadah yang harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah (mencontoh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam).
Kedua: Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan
Karena penyesalan menunjukkan kejujuran taubat seseorang, oleh karenanya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
النَّدَمُ تَوْبَة
“Penyesalan adalah taubat.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3146, 3147)
Ketiga: Meninggalkan dosa
Meninggalkan dosa termasuk syarat taubat yang paling penting, sebab itu adalah bukti benarnya taubat seseorang, maka tidak diterima taubatnya apabila ternyata dia masih terus-menerus melakukan dosa tersebut.
Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Permohonan ampun tanpa meninggalkan dosa adalah taubatnya para pendusta.” (Tafsir Al-Qurthubi, 9/3)
Adapun cara meninggalkan dosa, jika berupa kewajiban yang ditinggalkan; adalah dengan melaksanakan kewajiban itu. Sedangkan dosa melakukan perbuatan haram, maka wajib untuk segera meninggalkan perbuatan haram tersebut dengan segera dan tidak boleh terus melakukannya meskipun hanya sesaat.
Keempat: Bertekad untuk tidak mengulang kembali perbuatan dosa tersebut di masa mendatang
Apabila di dalam hati seseorang masih tersimpan keinginan untuk kembali melakukan dosa tersebut jika ada kesempatan, maka tidak sah taubatnya.
Kelima: Apabila dosa tersebut berupa kezaliman kepada orang lain, maka harus meminta maaf dan atau mengembalikan hak-hak orang lain yang diambil dengan cara yang batil
Seperti apabila seseorang pernah mencaci orang lain maka hendaklah dia meminta pemaafan orang tersebut, atau seorang yang pernah mencuri harta orang lain maka hendaklah dia meminta maaf dan mengembalikan harta tersebut atau meminta penghalalannya.
Bahaya Perbuatan zalim
Kezaliman kepada orang lain merupakan dosa besar yang mengakibatkan kebangkrutan besar pada hari kiamat. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ. قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut itu?” Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak (lagi) memiliki dinar dan harta”. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari ummatku adalah seorang yang datang (menghadap Allah Ta’ala) pada hari kiamat dengan (membawa pahala) sholat, puasa, zakat, namun ketika di dunia dia pernah mencaci fulan, menuduh fulan, memakan harta fulan, menumpahkan darah fulan, memukul fulan. Maka diambillah kebaikan-kebaikan yang pernah dia lakukan untuk diberikan kepada orang-orang yang pernah dia zalimi. Hingga apabila kebaikan-kebaikannya habis sebelum terbalas kezalimannya, maka kesalahan orang-orang yang pernah dia zalimi tersebut ditimpakan kepadanya, kemudian dia dilempar ke neraka.” (HR. Muslim, no. 6744)
Keenam: Taubat harus pada waktunya
Apabila seseorang baru mau bertaubat setelah lewat waktunya, maka taubatnya tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala. Adapun waktu diterimanya taubat untuk setiap manusia adalah sebelum kematian datang menjemputnya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآَنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan tidaklah taubat itu diberikan kepada orang-orang yang mengerjakan kejahatan sampai ketika datang kematian kepada salah seorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati dalam keadaan kafir, bagi mereka telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (An-Nisa’: 18)
Sedangkan waktu diterimanya taubat untuk keseluruhan manusia adalah selama matahari belum terbit dari barat. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar bertaubat orang yang berbuat salah pada siang hari. Dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar bertaubat orang yang berbuat salah pada malam hari, (hal ini terus terjadi) sampai terbit matahari dari barat.” (HR. Muslim, no. 7165)
Ketujuh: Menerangkan kebenaran

Jika pelaku suatu dosa adalah pengajak atau penyeru kepada dosa tersebut maka wajib atasnya untuk menerangkan kepada ummat (terutama kepada pengikutnya) bahwa hal itu adalah kesalahan atau kesesatan. Demikian pula, apabila dosanya berupa menyembunyikan kebanaran, maka wajib baginya untuk menerangkan kebenaran tersebut.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (Al-Baqarah: 159-160]
Bahaya Meremehkan Dosa
Inilah salah satu penghalang taubat, yaitu ketika seseorang meremehkan perbuatan dosa yang dia lakukan karena menganggapnya sebagai dosa kecil. Justru apabila seseorang menganggap remeh perbuatan maksiatnya kepada Allah Ta’ala maka dia telah terjatuh pada dosa besar, karena perbuatan menganggap remeh dosa merupakan satu bentuk dosa besar.
Dan dosa kecil sekali pun apabila dilakukan terus menerus, tentu akan menjadi dosa besar, sebagaimana hakikat lautan yang luas hanyalah kumpulan tetesan-tetesan air yang sanggup menjadi ombak yang besar. Demikianlah dosa-dosa kecil, apabila berkumpul pada diri seseorang niscaya akan membinasakannya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إياكم ومُحقراتُ الذنُوبِ، كقَومٍ نَزلُوا في بطْنِ وادٍ فجاءَ ذا بعودٍ ، وجاء ذا بعودٍ حتى أنضَجُوا خبزتهم ، وإنَّ محقَّراتِ الذُّنوب متى يُؤخذ بها صاحبُها تُهلِكْهُ
“Hati-hatilah dengan dosa-dosa kecil, (karena dosa-dosa kecil itu) bagaikan suatu kaum yang turun di suatu lembah dan masing-masing orang membawa satu ranting kayu bakar yang pada akhirnya bisa menyalakan api hingga mereka bisa memasak roti mereka. Demikianlah dosa-dosa kecil, apabila berkumpul dalam diri seseorang niscaya akan membinasakannya.” (HR. Thabrani, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shohihah, no. 3102)
Maka hendaklah setiap kita bersegera untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala, terlebih lagi ketika kita tidak mengetahui kapan kita akan dipanggil oleh Allah Ta’ala dan berpisah dengan kehidupan dunia ini, untuk kemudian dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatan kita.
Dan janganlah seseorang berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah Ta’ala betapa pun besarnya dosa yang telah dia kerjakan, karena hakikat seorang hamba yang baik bukanlah yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, tapi hamba Allah Ta’ala yang terbaik adalah seorang yang apabila dia berbuat dosa, dia senantiasa bertaubat kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
كُلُّ بنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3139)
Wabillahit taufiq, walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Tauhid Uluhiyyah Inti Ibadah

Tauhid Uluhiyyah Inti Ibadah

Inilah sejatinya inti tauhid. Namun dalam tauhid inilah justru bertabur penyimpangan. Betapa banyak ritual kesyirikan yang dipersembahkan untuk hewan keramat seperti Kyai Slamet, tokoh-tokoh rekaan macam Nyi Roro Kidul, atau benda/tempat “keramat” yang jumlahnya tak terhitung lagi. Juga “aksesoris” kesyirikan berupa jimat, rajah penolak bala, dsb. Di dunia modern pun kita mengenal astrologi, feng shui, dan sejenisnya. Pertanyaannya, di mana pengakuan bahwa Allah Maha Pelindung, bahwa Allah yang mengatur segala urusan makhluk-Nya termasuk rizki, karir, jodoh, dan lainnya?

Dzat yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh sebab itu, selayaknya manusia hanya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Inilah yang disebut dengan Tauhid Uluhiyyah. Setelah ini, kita akan meringkas penyebutannya dengan satu kata saja yaitu tauhid. Karena inilah intisari dari seluruh jenis tauhid.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan bagi manusia berbagai sarana dan prasarana berupa alam semesta ini. Semua itu untuk mewujudkan peribadahan kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga membantu mereka untuk mewujudkan peribadahan tersebut dengan limpahan rizki. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membutuhkan imbalan apa pun dari para makhluk-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ. مَا أُرِيْدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيْدُ أَنْ يُطْعِمُوْنِ. إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
(Adz-Dzariyat: 56-58)

Sesungguhnya tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitrah. Namun asal fitrah ini bisa dirusak oleh bujuk rayu setan yang memalingkan dari tauhid dan menjerumuskan ke dalam syirik. Para setan baik dari kalangan jin dan manusia bahu-membahu untuk menyesatkan manusia dengan ucapan-ucapan yang indah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوْهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُوْنَ

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-pekataan yang indah-indah untuk menipu manusia. Kalau seandainya Rabbmu menghendaki niscaya mereka tidak akan memperlakukannya, maka biarkanlah mereka dan kedustaan yang mereka perbuat.”
(Al-An’am: 112)

Kesyirikan adalah Sebab Perselisihan Manusia

Mulai masa Nabi Adam ‘alaihissalam sampai kurun waktu yang cukup panjang setelahnya, manusia senantiasa berada di atas Islam sebagai agama tauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّيْنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ

“Dahulu manusia itu adalah umat yang satu. Maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.”
(Al-Baqarah: 213)

Kesyirikan berawal pada masa kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Maka Allah mengutus Nabi Nuh ‘alaihissalam sebagai rasul yang pertama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوْحٍ وَالنَّبِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِهِ

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang setelahnya.”
(An-Nisa`: 163)

Jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh ‘alaihimassalam adalah sepuluh generasi yang seluruhnya berada di atas Islam, sebagaimana penjelasan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Menurut Ibnul Qayyim rahimahullahu, ini merupakan pendapat yang benar. (Al-Muntaqa min Ighatsatil Lahafan hal. 440)

Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat ke-213 dengan bacaan sebagai berikut:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّيْنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ

“Dahulu manusia itu adalah umat yang satu, lalu mereka berselisih, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.”
Bacaan Ubay bin Ka’b di atas dikuatkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا

“Dahulu tidaklah manusia melainkan umat yang satu, kemudian mereka berselisih.” (Yunus: 19)

Maksud pernyataan Ibnul Qayyim sebelumnya bahwa para nabi diutus karena perselisihan manusia, mereka telah keluar dari agama yang benar sebagaimana yang mereka pegangi sebelumnya.

Dahulu bangsa Arab juga berada di atas agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yaitu tauhid. Hingga datang ‘Amr bin Lu`ai Al-Khuza’i yang kemudian mengubah agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Melalui orang ini, tersebarlah penyembahan terhadap berhala di bumi Arab, khususnya wilayah Hijaz. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi nabi yang terakhir.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru manusia kepada agama tauhid dan mengikuti ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Beliau berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya sampai agama tauhid tegak kembali dan runtuh segala penyembahan terhadap berhala. Saat itulah Allah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi alam semesta. Selanjutnya, generasi yang terbaik dari umat ini berjalan di atas ajaran tauhid.

Namun setelah masa mereka berlalu, umat ini kembali didominasi oleh berbagai kebodohan. Mereka terkungkung dengan berbagai pemikiran baru yang mengembalikan kepada kesyirikan. Bahkan pengaruh dari agama-agama lain cukup kuat mewarnai semangat keagamaan yang mereka miliki.

Sejarah penyebaran syirik terulang pada umat ini disebabkan para penyeru kesesatan. Sebab lain yang tak kalah penting adalah pembangunan kuburan-kuburan dalam rangka pengagungan terhadap para wali dan orang-orang shalih secara berlebihan. Sehingga kuburan menjadi tempat pengagungan, lantas menjadi berhala yang disembah selain Allah. Berbagai amalan diperuntukkan bagi kuburan baik berupa doa, penyembelihan, nadzar dan yang selainnya.
(lihat Kitabut Tauhid karya Asy-Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan, hal. 6-7)

Itulah fenomena sejarah perjalanan agama umat manusia sampai zaman ini. Hari-hari belakangan ini, kesyirikan telah sedemikian dahsyat melanda kaum muslimin. Sedikit sekali di antara mereka yang mengerti tentang tauhid dan bersih dari syirik. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh pernah berkata: “Di awal umat ini, jumlah orang yang bertauhid cukup banyak, sedangkan di masa belakangan jumlah mereka sangat sedikit.”
(Qurratul ‘Uyun hal. 24)

Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka di kehidupan sebagian masyarakat muslimin. Tidak dengan mudah kita menemuinya walaupun mereka mengaku sebagai muslimin. Karena itu perlu untuk membangkitkan kembali semangat bertauhid di tengah umat ini. Karena tauhid adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling wajib untuk ditunaikan oleh manusia. Wallahu a’lam bish-shawab.

Tauhid, Hak Allah Subhanahu wa Ta’ala atas Segenap Manusia


Tauhid adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling wajib untuk ditunaikan oleh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menciptakan manusia kecuali untuk bertauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(Adz-Dzariyat: 56)

Sebagian ulama menafsirkan kalimat:

لِيَعْبُدُوْنِ

“Supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
dengan makna: لِيُوَحِّدُوْنِ (supaya mereka mentauhidkan-Ku.)
(Lihat Al-Qaulul Mufid karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 1/20)

Jika peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak disertai dengan bertauhid maka tidak akan bermanfaat. Amalan mana pun akan tertolak dan batal bila dicampuri oleh syirik. Bahkan bisa menggugurkan seluruh amalan yang lain bila perbuatan syirik yang dilakukan berkategori syirik besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”
(Al-An’am: 88)

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
(Az-Zumar: 65)

Dua ayat ini merupakan peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para nabi-Nya. Lalu bagaimana dengan yang selain mereka? Tentu setiap amalan yang mereka lakukan adalah sia-sia bila tidak disertai tauhid dan bersih dari syirik.

Tauhid adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam semesta ini. Langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalam keduanya terwujud karena penciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan semua itu dengan hikmah yang sangat besar dan keadilan. Maka layak bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendapatkan hak peribadatan dari para makhluk-Nya tanpa disekutukan dengan sesuatupun.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia setelah sebelumnya mereka bukanlah sesuatu yang dapat disebut. Keberadaan mereka di alam ini merupakan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang disertai dengan berbagai curahan nikmat dan karunia-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melimpahkan sekian kenikmatan sejak manusia masih berada di dalam perut ibunya, melewati proses kehidupan di dalam tiga kegelapan. Pada fase ini tidak ada seorang pun yang bisa menyampaikan makanan, minuman, serta menjaga kehidupannya melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibu hanyalah sebagai penghubung untuk mendapatkan rizki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tatkala lahir ke dunia, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkan baginya kedua orang tua yang mengasuhnya sampai dewasa dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab.

Itu semua adalah rahmat dan keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap segenap makhluk yang dikenal dengan nama manusia. Jika seorang anak manusia lepas dari rahmat dan keutamaan Allah walaupun sekejap maka dia akan binasa. Demikian pula jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalangi rahmat dan keutamaan-Nya dari manusia walaupun sedetik, niscaya mereka tidak akan bisa hidup di dunia ini.

Rahmat dan keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sedemikian rupa menuntut kita untuk mewujudkan hak Allah yang paling besar yaitu beribadah kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah meminta kita balasan apa pun kecuali hanya beribadah kepada-Nya semata.

Peribadahan kepada Allah bukanlah sebagai balasan setimpal atas segala limpahan rahmat dan keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi kita. Sebab perbandingannya tidak seimbang. Dalam setiap hitungan nafas yang kita hembuskan, di sana ada sekian rahmat dan keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tak terhitung dan tak ternilai.
Oleh karenanya, nilai ibadah yang kita lakukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tenggelam tanpa meninggalkan bilangan, di dalam lautan rahmat dan keutamaan-Nya yang tak terkejar oleh hitungan angka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لاَ نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

“Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
(Thaha:132)

Ketika manusia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa berbuat syirik maka kemaslahatannya kembali kepada dirinya sendiri. Allah akan membalas seluruh amal kebaikan manusia dengan kebaikan yang berlipat ganda dan seluruh amal keburukan mereka dengan yang setimpal.

Peribadahan manusia tidaklah akan menguntungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bila mereka tidak beribadah tidak pula akan merugikan-Nya. Manusia yang sadar tentang kemaslahatan dirinya akan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Itulah Tauhid Uluhiyyah yang harus dibersihkan dari berbagai noda syirik.

Kesyirikan hanya menjanjikan kesengsaraan hidup di alam akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempat kembalinya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.”
(Al-Ma`idah: 72)

Sementara mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah menghantarkan kepada keutamaan yang besar di dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, bagi mereka keamanan dan mereka mendapatkan petunjuk.”
(Al-An’am: 82)

Kezaliman yang dimaksud dalam ayat ini ialah kesyirikan, sebagaimana yang ditafsirkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. (HR. Al-Bukhari)

Oleh karena itu, kami mengajak kepada segenap kaum muslimin untuk antusias menyambut keberuntungan ini. Janganlah kita lalai sehingga terjatuh ke dalam lubang kebinasaan yang mendatangkan penyesalan di kemudian hari.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِيْنَ الَّذِيْنَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلاَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِيْنُ

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.’ Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (
Az-Zumar: 15)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Merealisasikan Tauhid

Orang yang beriman tentu ingin membuktikan keimanannya sehingga dia dinobatkan sebagai seorang mukmin sejati. Tidak ada jalan untuk mewujudkan harapan yang mulia ini melainkan dengan merealisasikan tauhid kepada Pencipta Langit dan Bumi, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Merealisasikan tauhid secara sempurna adalah dengan membersihkan dan memurnikannya dari campuran syirik besar maupun kecil, baik yang jelas atau tersembunyi. Peribadahan yang dilakukan harus terbebas pula dari kebid’ahan dan dosa besar yang dilakukan terus-menerus. Maka, seorang yang berkemauan untuk merealisasikan tauhid secara sempurna harus memenuhi kriteria sebagaimana yang diutarakan di atas.

Merealisasikan tauhid artinya menunaikan dua kalimat syahadat dengan sebaik-baiknya. Yang dimaksud yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara ibadah dan mentauhidkan Rasul-Nya dalam hal mengikuti.

Seseorang yang mengucapkan dua kalimat syahadat hendaknya membersihkan tauhid dari berbagai jenis kesyirikan dan dosa besar yang tidak diikuti taubat. Ini merupakan bentuk realisasi ucapan tauhid La ilaha ilallah. Di samping itu, dia harus berlepas diri dari segala kebid’ahan (urusan agama yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ini merupakan bentuk realisasi ucapan tauhid Muhammadur Rasulullah. Demikianlah makna merealisasikan tauhid secara sempurna.

Di samping terbebas dari berbagai jenis syirik besar maupun kecil, baik yang jelas atau tersembunyi, seorang yang bertauhid harus terlepas pula dari segala kebid’ahan dan dosa besar yang dilakukan terus-menerus tanpa bertaubat. Karena melaksanakan sebuah kebid’ahan berarti mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hawa nafsu. Demikian pula makna yang terkandung dalam berbuat sebuah dosa besar. (Penjelasan ini diterangkan oleh Asy-Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh di kaset pelajaran Kitabut-Tauhid)

Tingkatan Merealisasikan Tauhid
Merealisasikan tauhid dapat dibagi menjadi dua tingkatan:

1. Tingkat yang Wajib
Yaitu seseorang merealisasikan tauhid dengan membersihkan dan memurnikannya dari berbagai jenis kesyirikan, kebid’ahan dan dosa besar yang dilakukan terus-menerus. Ini merupakan tingkat yang wajib bagi orang yang ingin merealisasikan tauhid dengan sempurna.

2. Tingkat yang Mustahab
Tingkat ini digapai setelah menunaikan tingkat yang pertama. Oleh sebab itu, tingkat ini lebih tinggi derajatnya dari tingkat yang pertama. Seorang yang ingin menduduki tingkat ini harus melepaskan seluruh wujud penghambaan diri, keinginan, dan tujuan yang menghadap kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga dirinya tidak menghadap, berkeinginan dan bertujuan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala sedikit pun dan sekecil apapun. Sehingga hawa nafsu menjadi budaknya, sedangkan dirinya menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala secara total dan utuh.

Dengan demikian, seseorang yang menempati tingkat ini tidak hanya meninggalkan berbagai jenis kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan. Namun juga meninggalkan perkara-perkara yang makruh, bahkan sebagian perkara mubah yang dikhawatirkan menggiring kepada perkara haram.

Inilah yang diungkapkan oleh sebagian ulama dengan pernyataan:

يَتْرُكُوْنَ مَا لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ خَوْفًا مِنْ أَنْ يَكُوْنَ فِيْهِ بَأْسٌ

“Mereka meninggalkan perkara yang tidak mengandung dosa karena khawatir terdapat dosa di dalamnya.”

Tingkatan kedua ini adalah wujud maksimal untuk merealisasikan tauhid secara sempurna dalam meraih derajat yang setinggi-tingginya ketika masuk surga. Sedangkan tingkat yang pertama adalah standar untuk masuk surga tanpa azab dan perhitungan amal.

Tentunya kedua tingkatan di atas memiliki perbedaan pula dalam hal mengibadahi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tingkat pertama hanya mengibadahi Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan perkara-perkara yang wajib saja, beda halnya dengan tingkat kedua. Pada tingkat ini, peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak hanya sebatas perkara-perkara yang wajib saja, tetapi juga dalam perkara yang mustahab. Tingkat pertama disebut dengan Al-Muqtashid sedangkan tingkatan kedua disebut dengan As-Sabiq bil Khairat. Wallahu a’lam.

Kriteria Orang-orang yang Bertauhid
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`anul Karim:

إِنَّ الَّذِيْنَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُوْنَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَا آتَوْا وَقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka, orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka, orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatupun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut (karena tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabbnya, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (Al-Mu`minun: 57-61)

Ayat-ayat di atas menyebutkan kriteria orang-orang yang beriman dan bertauhid dengan baik.
Tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ الَّذِيْنَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka.” (Al-Mu`minun: 57)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Mereka berbuat baik dan beramal shalih karena takut terhadap Rabb mereka dan khawatir ditimpa oleh sesuatu yang tidak mereka inginkan. Inilah kondisi seorang mukmin, dia berbuat kebaikan karena takut kepada Allah dan khawatir tidak memperoleh apa yang mereka inginkan.”

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu menyatakan, “Seorang mukmin mengumpulkan antara perbuatan baik dan rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan seorang munafik mengumpulkan antara perbuatan jelek dan rasa aman dari siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِيْنَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُوْنَ

“Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka.”
(Al-Mu`minun: 58)

Perlu diketahui bahwa beriman dengan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala mencakup dua hal:

1. Beriman dengan ayat Allah Al-Kauniyyah.
Maksudnya beriman bahwa segala yang terjadi di alam ini dengan taqdir dan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Beriman dengan ayat Allah Asy-Syar’iyyah.
Maksudnya beriman kepada syariat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan melalui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ayat Allah Asy-Syar’iyyah mengandung tiga hal:
a. Perintah Allah yang disyariatkan. Ini adalah perkara yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
b. Larangan Allah yang disyariatkan. Ini adalah perkara yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala.
c. Kabar yang diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam syariat-Nya. Kabar ini adalah benar dan tidak mungkin dusta, sebab datangnya dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِيْنَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُوْنَ

“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatupun).” (Al-Mu`minun: 59)

Perlu diketahui bahwa tidak berbuat syirik yang dimaksud dalam ayat ini adalah makna yang menyeluruh dan mencakup segala jenisnya. Artinya tidak berbuat syirik besar maupun kecil, baik yang jelas atau tersembunyi. Ini adalah sifat seorang yang merealisasikan tauhid secara sempurna.

Jika dinyatakan “tidak berbuat syirik” sedikit pun, berarti terlepas pula dari perbuatan bid’ah dan maksiat. Sebab berbuat bid’ah dan maksiat merupakan realisasi menjadikan hawa nafsu sebagai sesembahan selain Allah. Inilah yang disebut dengan syirik1.

Coba perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيْهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُوْنَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah (sesembahan) nya dan Allah menyesatkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil peringatan?”
(Al-Jatsiyah: 23)
Wallahu a’lam bish-shawab.

Menggapai Keutamaan Tauhid


Para nabi menyeru umatnya kepada tauhid karena memiliki keutamaan yang sangat besar. Nasib baik umat manusia di dunia dan akhirat bergantung kepada realisasi tauhid. Demikian pula keselamatan hanya bisa diraih dengan bertauhid.
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang bertauhid berbagai keutamaan. Semua itu sebagai pelecut bagi kaum muslimin untuk merealisasikan tauhid.
Setiap penganut tauhid akan mendapatkan jaminan keselamatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa rasa aman dan petunjuk. Hal ini membuktikan betapa penting bagi setiap manusia untuk memegangi tauhid.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.”
(Al-An’am: 82)

Yang dimaksud dengan kezaliman di sini adalah syirik besar. Karena Ibnu Mas`ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ اْلآيَةُ، قَالُوا: فَأَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلِّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ بِذَلِكُمْ، أَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ: {إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ}

“Tatkala ayat ini turun, para shahabat bertanya: ‘Siapa di antara kami yang tidak menzalimi dirinya?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘(Ayat ini) bukan seperti yang kalian pahami. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman: ‘Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar.’?”
(HR. Al-Bukhari)

Dengan demikian, seorang yang tidak menjauhi syirik besar tidak akan memperoleh rasa aman dan petunjuk secara mutlak. Sebaliknya, seseorang yang bersih dari syirik besar akan mendulang rasa aman dan petunjuk sesuai dengan tingkat keislaman dan keimanan yang tertanam pada dirinya. Maka rasa aman dan petunjuk yang sempurna hanya akan diraih oleh seorang yang bertauhid dan bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa membawa dosa besar yang dilakukan secara terus-menerus.

Seorang yang bertauhid akan menggapai rasa aman dan petunjuk sesuai dengan nilai tauhid dan akan hilang sesuai dengan kadar maksiat. Ini apabila dia memiliki dosa-dosa dan tidak bertaubat darinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُ

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi dirinya sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada yang bersegera berbuat kebaikan dengan seizin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Fathir: 32)

Orang yang menzalimi dirinya (zhalimun li nafsih) adalah orang yang mencampuradukkan amalan baik dengan amalan buruk. Golongan ini berada di bawah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak maka diampuni dosanya, dan bila tidak maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyiksanya akibat dosanya pula. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan dari kekekalan dalam api neraka sebab dia bertauhid.

Sedangkan golongan yang pertengahan (muqtashid) adalah orang yang hanya mengamalkan kewajiban dan meninggalkan perkara yang haram. Ini adalah keadaan Al-Abrar (orang yang berbuat kebaikan).

Adapun golongan yang bersegera kepada kebaikan (sabiqun bil khairat) adalah orang yang memiliki kesempurnaan iman dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dalam berilmu maupun beramal.

Dua golongan yang terakhir akan memperoleh keamanan dan petunjuk yang sempurna di dunia dan akhirat. Karena sebuah kesempurnaan akan memperoleh kesempurnaan pula. Dan sebuah kekurangan akan memperoleh kekurangan pula. Oleh sebab itu, kesempurnaan iman akan mencegah pemiliknya dari berbagai maksiat dan nantinya akan mencegah dia dari siksa-Nya, sehingga dia berjumpa dengan Rabbnya tanpa membawa satu dosa pun yang bisa mengundang siksa.

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَا يَفْعَلُ اللهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللهُ شَاكِرًا عَلِيْمًا

“Mengapa Allah akan mengazab kalian, jika kalian bersyukur dan beriman? Dan Allah Maha ’ensyukuri lagi Maha ’engetahui.”
(An-Nisa`: 147)

Penjelasan di atas adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, dan juga merupakan pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah.
(lihat Qurratul ‘Uyun karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh, hal. 12-13, dinukil dengan sedikit perubahan)

Rasa aman dan petunjuk yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah rasa aman dan petunjuk di dunia dan akhirat. Ini pendapat yang benar menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
(lihat Al-Qaulul Mufid, 1/58)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan rasa aman yang langgeng bagi orang-orang yang bertauhid di dalam mengarungi kehidupan dunia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِي لاَ يُشْرِكُوْنَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka), sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu apa pun. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka itulah orang-orang yang fasik.”
(An-Nur: 55)

Dalam kehidupan akhirat seorang yang bertauhid dengan sempurna akan menikmati rasa aman dari kekekalan dalam api neraka dan ancaman azab. Sementara orang yang tidak menyempurnakan tauhid karena melakukan dosa besar tanpa bertaubat akan mengecap rasa aman dari kekekalan dalam api neraka, tetapi tidak merasa aman dari ancaman azab. Nasibnya tergantung pada kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala mau mengampuninya atau justru mengazabnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيْدًا

“Sesungguhnya Allah tidaklah mengampuni dosa syirik terhadap-Nya dan akan mengampuni yang lebih ringan dari itu bagi orang yang Dia kehendaki, dan barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang jauh.”
(An-Nisa`: 116)

Seseorang yang bertauhid akan menggapai petunjuk kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik yang berupa ilmu maupun amal dalam menapaki kehidupan dunia. Ketika di akhirat mereka akan memperoleh petunjuk ke jalan menuju surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

احْشُرُوا الَّذِيْنَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُوْنَ. مِنْ دُوْنِ اللهِ فَاهْدُوْهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيْمِ

“(Kepada malaikat diperintahkan): ‘Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sesembahan-sesembahan yang selalu mereka ibadahi, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka Al-Jahim’.”
(Ash-Shaffat: 22-23)

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka akan digiring ke jalan menuju neraka Al-Jahim di alam akhirat. Dipahami dari sini bahwa orang-orang yang beriman (baca: bertauhid) akan diarahkan ke jalan menuju surga An-Na’im.
(lihat Al-Qaulul Mufid, 1/57-58)

Kita tutup pembahasan ini dengan menukilkan keterangan Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam kitabnya Al-Qaulus Sadid (hal. 16-19). Di sini kita akan memaparkannya dengan lengkap mengingat bahwa penjelasan beliau tentang keutamaan-keutamaan tauhid sangatlah gamblang dan rinci.

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di t berkata, “Termasuk keutamaan tauhid adalah:
1. Dapat menghapus dosa-dosa.

2. Merupakan faktor terbesar dalam melapangkan berbagai kesusahan serta bisa menjadi penangkal dari berbagai akibat buruk dalam kehidupan dunia dan akhirat.

3. Mencegah kekekalan dalam api neraka meskipun dalam hatinya hanya tertanam keimanan sebesar biji sawi. Juga mencegah masuk neraka secara mutlak bila dia menyempurnakannya dalam hati. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling mulia.

4. Memberi petunjuk dan rasa aman yang sempurna di dunia dan akhirat kepada pemiliknya.

5. Merupakan sebab satu-satunya untuk menggapai ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pahala-Nya. Orang yang paling bahagia dalam memperoleh syafaat Muhammad Subhanahu wa Ta’ala adalah yang mengucapkan La ilaha illallah dengan ikhlas dari hatinya.

6. Penerimaan seluruh amalan dan ucapan, baik yang tampak dan yang tersembunyi tergantung kepada tauhid seseorang. Demikian pula penyempurnaan dan pemberian ganjarannya. Perkara-perkara ini menjadi sempurna dan lengkap tatkala tauhid dan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menguat. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.

7. Memudahkan seorang hamba untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan meninggalkan kemungkaran-kemungkaran, serta menghiburnya tatkala menghadapi berbagai musibah. Seorang yang ikhlas kepada Allah dalam beriman dan bertauhid akan merasa ringan untuk melakukan ketaatan-ketaatan karena dia mengharapkan pahala dan keridhaan Rabbnya. Meninggalkan hawa nafsu yang berupa maksiat terasa ringan baginya, karena dia takut terhadap kemurkaan dan siksa Rabbnya.

8. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang, Allah menjadikan pemiliknya mencintai keimanan serta menghiasinya dalam hatinya. Selanjutnya Allah menjadikan pemiliknya membenci kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Lalu Allah menggolongkannya ke dalam orang-orang yang terbimbing.

9. Meringankan segala kesulitan dan rasa sakit bagi seorang hamba. Semua itu sesuai dengan penyempurnaan tauhid dan iman yang dilakukan oleh seorang hamba. Sesuai pula dengan sikap seorang hamba saat menerima segala kesulitan dan rasa sakit dengan hati yang lapang, jiwa yang tenang, pasrah dan ridha terhadap ketentuan-ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyakitkan.

10. Melepaskan seorang hamba dari perbudakan, ketergantungan, rasa takut, pengharapan dan beramal untuk makhluk. Inilah keagungan dan kemuliaan yang hakiki. Bersamaan dengan itu, dia hanya beribadah dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak mengharap, takut dan kembali kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian sempurna keberuntungannya dan terbukti keberhasilannya. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.

11. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang dan terealisasi lengkap dengan keikhlasan yang sempurna, amalnya yang sedikit akan berubah menjadi banyak. Segenap amal dan ucapannya berlipat ganda tanpa batas dan hitungan. Kalimat ikhlas (La ilaha illallah) menjadi berat dalam timbangan amal hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala ini sehingga tak terimbangi oleh langit dan bumi beserta seluruh makhluk penghuninya.

Perkara ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu dan hadits tentang sebuah kartu yang bertuliskan La ilaha ilallah tapi mampu mengalahkan berat timbangan 99 gulungan catatan dosa, padahal setiap gulungan sejauh mata memandang. Hal itu karena keikhlasan orang yang mengucapkannya. Betapa banyak orang yang mengucapkannya tetapi tidak mencapai prestasi ini, sebab di dalam hatinya tidak terdapat tauhid dan keikhlasan yang sempurna seperti atau mendekati yang terdapat dalam hati hamba-Nya itu. Ini termasuk keutamaan tauhid yang tak bisa tertandingi oleh sesuatu apapun.

12. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjamin kemenangan dan pertolongan di dunia, keagungan, kemuliaan, petunjuk, kemudahan, perbaikan kondisi dan situasi, serta pelurusan ucapan dan perbuatan bagi pemilik tauhid.

13. Allah Subhanahu wa Ta’ala menghindarkan orang-orang yang bertauhid dan beriman dari keburukan-keburukan dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahi mereka kehidupan yang baik, ketenangan kepada-Nya dan kenyamanan dengan mengingat-Nya.

Cukup banyak dalil yang menguatkan keterangan ini baik dari Al-Qur`an maupun As-Sunnah. Wallahu a’lam.

Dengan demikian, cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala limpahkan bagi para hamba-Nya yang bertauhid. Sangat beruntung orang yang bisa menggapai seluruh keutamaannya. Namun keberhasilan total hanya milik orang-orang yang mampu menyempurnakan tauhid sepenuhnya. Tentunya manusia bertingkat-tingkat dalam mewujudkan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka tidak berada pada satu tingkatan. Masing-masing menggapai keutamaan tauhid sesuai dengan prestasinya dalam menerapkan tauhid.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ

“Itulah keutamaan Allah, Dia berikan kepada orang yang dikehendakinya. Dan Allah adalah Dzat yang memliki keutamaan yang besar.”
(Al-Jumu’ah: 4)
Wallahu a’lam bish-shawab.

1 Tentu -pada umumnya- bukan termasuk syirik akbar yang mengeluarkan dari agama (ed).

Pengenalan Seorang Hamba Terhadap Allah

Pengenalan Seorang Hamba Terhadap Allah



Sebuah kewajiban yang paling pokok dan mendasar bagi seorang hamba adalah mengenal Rabbnya, mengenal Allah yang telah menciptakannya, memelihara dan memberi rezeki kepadanya, Yang tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah melaikan Dia.

Wajib bagi seorang hamba untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang benar yang membuahkan rasa cinta kepada Allah, takut kepada Nya dan beribadah kepadaNya semata.


Berkata Syaikh Muhammad Aman Al Jami Rahimahullah : “ Yaitu pengenalan seorang hamba kepada Allah yang mewajibkan mencintaiNya Subhanahu wata’ala, takut kepadaNya, mengagungkanNya, mengagungkan perintahNya dan syari’atNya. Pengenalan yang mewajibkan muraqabatullah (merasa dalam pengawasan Allah Ta‘ala) dan takut kepadaNya serta puncak cinta kepadaNya, dikarenakan cinta kepada Allah adalah ruh iman, dan iman jika kosong dari cinta kepada Allah seperti jasad yang mati (tanpa ruh –ed)”
(Syarhu Tsasatil Usuul : 21).

Dan pengenalan seorang hamba kepada Allah dengan cara membaca ayat – ayatNya yang menjelaskan tentang keesaan Allah didalam rububiyahNya, uluhiyahNya dan asma (nama-nama) dan sifatNya. Begitu juga dengan memikirkan ciptaanNya karena itu semua menunjukkan tentang kebesaran dan keagunagn Allah yang menciptakannya.

Pengenalan seorang hamba kepada Allah tidaklah terlealisasi kecuali dengan mengimani empat hal :

Pertama : Beriman kepada wujud (keberadaan) Allah


Sesungguhnya menyakini wujud (keberadaan) Allah adalah perkara fitrah yang Allah fitrahkan kepada manusia sejak lahir. Sebagian besar manusia mengakui wujud (keberadaan) Allah dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali sedikit seperti orang atheis itupun karena kesombongan mereka padahal hati mereka menyakini.

Adanya langit, bumi, matahari bulan dan makhluk lainnya serta keteraturan alam semesta menunjukkan ada yang mencipta dan yang mengaturnya, Dialah Allah yang mencipta dan mengatur alam semesta ini.

Allah Ta’ala berfirman :

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

“ Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun (yang menciptakan) ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? “
(Qs. Ath Thur : 35)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

لا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا الليْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

“ Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
(Qs. Yasin : 40)

Kedua : Beriman kepada rububiyah Allah

Yaitu menyakini bahwasannya Allah adalah Rabb segala sesuatu, pemilik, pencipta, pemberi rezeki yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi manfaat dan mudharat (bahaya), yang segala urusan berada ditanganNya. Dan bahwasannya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada sekutu bagi Nya.

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam” (QS. Al-Fatihah : 2)

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

Artinya : “Allah pencipta segala sesuatu “ (QS. Az-Zumar : 62)

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

“ Dan tidak ada suatu binatang melatapun dilangit dan dibumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya” (Qs. Hud : 6)

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ

“ Kepunyaan Allahlah langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya “ (Qs. Al Maidah : 120)

Ketiga : Beriman kepada uluhiyah Allah

Yaitu mengesakan Allah didalam ibadah kita, tidaklah kita beribadah melainkan hanya kepada Nya. Seluruh ibadah kita dzahiran (lahiriah) dan Bathinan (hati), seperti doa, menyembelih, nadzar, khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakal hanya kita peruntukkan kepada Allah semata.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Artinya : “Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan memohon pertolongan” (QS. Al-fatihah : 5)

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa : 36)

Keempat : Beriman kepada asma (nama-nama) dan sifat Allah

Yaitu beriman kepada nama-nama Allah dan sifatNya, dengan menetapkan nama-nama dan sifat Allah yang Allah dan Rasul Nya tetapkan dengan tanpa menyerupakan Allah dengan makhlukNya.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Artinya : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura’ : 11)

Pengenalan seorang hamba kepada Allah adalah dengan merealisasikan keimanan terhadap empat hal diatas, beriman kepada wujud (keberadaan) Allah, rububiyahNya, uluhiyahNya dan asma dan sifatNya. Dan wajib atas seorang hamba untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang benar sehingga dia bisa beribadah kepada Allah diatas basihrah (ilmu) dan tidak boleh bodoh atau melalaikan dari mengenal kepada Allah.

SYAFA’AT-SYAFA’AT NABI SAW

(Aqidah Washitiyah)


SYAFA’AT-SYAFA’AT NABI SAW


NABI SAW MEMILIKI TIGA SYAFA’AT PADA HARI KIAMAT
Adapun syafa’at yang pertama: beliau akan memberi syafa’at kepada seluruh umat,kecuali selain umat muhammad ditempat pemberhentian sampai diputuskan kembali Nabi-nabi diantara mereka yaitu Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, bin Maryam mengenai syafa’at hingga habis semuanya.
Adapun syafa’at yang kedua: Beliau akan memberi syafa’at pada ahli surga yang mana mereka masuk didalamnya dan pemberian dua syafa’at secara khusus baginya.
Adapun syaafa’at yang ketiga: Beliau akan memberi syafa’at kepada orang yang berhak (patut) mendapat neraka, syafa’at ini adalah untuk para Nabi, orang-orang yang benar atau jujur, dan sebagainya, lalu Beliau memberi pertolongan pada orang yang berhak dineraka agar tidak masuk didalamnya, dan memberi pertolongan bagi orang yang masuk didalamnya agar keluar darinya.


ALLAH MENGELUARKAN DARI SEBAGIAN KELOMPOK MANUSIA DENGAN PERANTARA RAHMAN-NYA, TANPA PERANTARA SYAFA’ATAllah mengeluarkan beberapa kaum dari neraka tanpa perantara syafa’at, akan tetapi dengan karunia dan Rahman-Nya, dan kekal didalam surga sebagai karunia bagi siapa saja yang masuk didalamnya, Allah menghendaki baginya kaum tersebut, lalu Allah memasukkan mereka kedalam surga.
Macam-macam perkampungan akhirat itu meliputi yaumul hisab ( pehitungan), pahala, siksa, surga neraka, dan perincian dari semua yang telah disebutkan tadi itu telah disebutkan didalam kitab-kitab yang diturunkan dari langit, dan dalam peninggalan ilmu yang ditinggalakandari para Nabi, dan dalam ilmu yang diwariskan olehNabi Muhamad SAW. itu semua cukup, maka barang siapa yang mau mencarinya niscaya ia akan mendapatkannya.

IMAN KEPADA QODAR DAN MARATABUL QODAR
Golongan yang selamat dari golongan ahli sunnah wal-jama’ah adalah yang percaya kepada Qodar (Allah) baik kebaikannya maupun keburukannya.
Iman terhadap Qodar itu ada dua tingkatan, setiap tingkatan ada dua perkara (kehendak).
Adapun derajat takdir tingkatan yang pertama adalah beriman kepada Allah ta’ala yang maha mengetahui terhadap setiap ciptaan-Nya. Dan mereka berbuat dengan ilmu-Nya (Allah) yang terdahulu yang disifati paling dahulu dan kekal selama-lamanya, dan Allah mengetahui semua keadaan mereka dari ketaatan-ketaatn, me’siat-ma’siat, rizqi-rizki dan ajal-ajal mereka, kemudian Allah menulis taqdi-taqdir makhluq (ciptaan) di lauhul mahfudz.
Pertama kali Allah menciptakan Qolam, Allah berfirman : Tulislah, dia (qolama) berkata: apa yang akan saya tulis? Allah berfirman: tulislah sesuatu yang terjadi sampai hari kiamat.
Maka sesuatu yang menimpa manusia tidak akan terjafi kesalahan, dan sesuatu yang salah dalam perhitungan tidaka akan terjadi menimpa manusia, pena-pena kering (habis tintanya), dan suhuf terlipat sebagaimana Allah berfirman: ”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui apa-apa yang terjadi dilangit dan dibumi. Sesungguhnya yang demikian itu ada didalam kitab dan bagi Allah itu adalah mudah”. Dan dia juga berfirman: ”dan tidaklah menimpa suatu musibah dibumi dan tidak pula pada diri kalian kecualitelah diberitakan sebelumnya didalam kitab. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Tadir yang menyertai ini hanya Allah yang mempunyai ilmunya hingga menjadi peristiwa indah dan terperinci:
Sungguh Allah telah menulis apa-apa yang kehendaki di lauh mahfudz.
Dan ketika Allah menciptakan jasad para jin sebelum meniupkan ruh di jasadnya, Allah mengutus malaikat lalu memerintahkan dengan empat kalimat, Allah berfirman kepada malaikat: tulislah rizqi, ajal, amal dan susah atau bahagianya dan semisalnya.
Maka kelompok ghulatul qodariyah mengingkari taqdir ini dan orang-orang pada saat ini sedikit yang mengingkari.
Dan adapun derajat takdir tingkatan yang kedua adalah kehenak Allah yang nafizdah, dan kehendaknya yang umum, yaitu: beriman dengan apa –apa yang dikehendaki Allahpasti terjadi dan apap-apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi, dan sesungguhnya apa-apa yang bergerak dilangit dan di umitidak akan teaarjadi kecuali dengan kehendak Allah ynag maha suci :tidak akan terjadi dalam malaikat apa-apa yang tidak dia (Allah) iginkan, dan sesungguhnya dia (Allah) yang maha suci itu maha kuasa atas segala sesuatu dari yang ada sampai pada yang tidak ada, maka tidak ada makhluk di lagit dan di bumi kecuali Allahlah penciptanya yang maha suci, tiada pencipta selain-Nya, dan tiada tuhan selain-Nya.
Berkenaan dengan itu, maka sesungguhnya dia (Allah) sungguh telah memrintahkan kepada hamba-hambanya untuk taat kepada-Nya dan taat kepada utusan-Nya, serta melarang mereka dari ma’siat kepada-Nya.
Dan dia (Allah) yang maha suci itu menyukai orang yang bertqwa, orang-orang yang ihsan, dan orang-orang yang berbuat adil,, dan dia (allah) meridhoi orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, tidak menyukai orang-orang kafir, orang-orang fasik, melarang perbuatan keji, hamba-hambanya yang kufur, dan tidak menyukai kerusakan.
Dan hamba-hamba itu berbuat kebaikan, dan Allah pencipta perbuatan mereka, dan seorang hamba adalah: mu’min, kafir, yang berbuat kebaikan, yang berbuat kejahatan, orang yang sholat, orang yang berpuasa.
Dan bagi hamba-hamba itu punya kemampuan atas amal-amal mereka, dan mereka punya keinginan, dan Allah yang menciptkan kemampuan dan keinginan mereka. Sebagimana firman-Nya ”bagi siapa saja yang dia (Allah) kehendaki dari kalian supaya harus tidaklah kalian menghendaki kecuali Allah tuhan semesta menghendaki.
Dan derajat (tingkatan) ini adalah dari ketetapan yang mendustakan dengannya keumuman ketetapan orang yang mana. Nabi SAW menghususkan mereka pada zaman ini, dan kaum itu melampaui batas didalmnya dari orang-orang yang suka menetap-menetapkan, sampi-sampai mereka merampas kemapuan dan ujian seorang hamba, dan mereka mengeluarkan dari perintah-perintah Allah, hukun-hukum dan kemasylatannya.

HAKIKAT IMAN DAN HUKUM ORANG YANG MELAKUKAN DOSA BESAR
Dasar-dasar ahli sunnah waljamaah: sesungguhnya agama dan iman adalah ucapan dan perbuatan, ucapan hati dan lisan, dan perbuatan hati dan lisan dan juga seluruh anggota badan.
Dan sesunggunya iman itu bertambah dengan ketaatan, dan berkurang dengan kemaksiatan.
Dan bersamaan dengan itu, ahli qiblah tidak kafir dengan kemutlakan ma’siat yang besar-sebagaiman anggota badan melakukannya-tetapi ukhwah imaniyah itu kuat terhadap kema’siatan, sebagaiman firman Allah: ”maka barang siapa yang memaafkan saudaranya dan diikuti dengan kebaikan” dan dia (Allah) berfirman. ”Dan sesungguhnya apabila ada dua golongan dari orang-orang yang beriman yang berperang maka damikanlah keduanya. Maka jika salah satu dari kedua golongan tersebut berbuat aniaya keapada yang lain maka perangilah kelompok yang bearbuat laniaya tersebut sehingga kembali kepada perintah Allah. Maka jika kelompok tersebut telah kembali maka damaikanlah keduanya dengan adil dan berlaku adillah sesungguhnya Allah itu menyukai orang yang berbuat adil ” sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara maka damaikanlah diantara saudaramu itu”.
Dan tidaklah mereka merampas orang fasik yang berharta lagi islam semuanya, dan tidaklah mereka kekal di neraka, sebagaimana perkataan golongan mu’tazilah.
Bahkan orang fasik itu masuk kategori orang yang beriman, sebagiman dalam firman-Nya ’dan sesungghnmya dia tidak termasuk orang yang kategori oarang yang beriman secara mutlak, sebgaiman firman-Nya”sesungguhnya orang-orang yang beriman adalh apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka dan apabil dicakn ayat alquran maka bertmbahlah iamn mereka”. Dan rasul bersabda dalh haditsnyatidaklah beriman seorang pezina ketika berzina dia dalam keadaan beriman, dan tidaklah mencuri seorang pencuriketiak mencuri dia dalam keadaan beriamn, dan tidak pual ia minum khomar ketiak dalm meminumnya dalam keadaan beriman, dan tidaklah dia merampas barang rampasan suatu kemulyaan yang mengngkat derajat manusiamenuraut pandangan merekan ketika merampas dia dalm keadaan beriman.
Dan kami mengatakan: dia adalah orang yang beriman tapi kurang imannnya, atau orang beriman dengan keimanannya lalu ia fasik dalam kesombongan, maka janganlah, maka janganlah memberi gelar atau nama yang mutlak, dan jananlah merampas kemutlakannya.

KEWAJIBAN MENCONTOH SAHABAT DAN MENGINGAT KEUTAMAAN-KEUTAMANNYA
Dasar dari ahlus sunnah wal jama’ah adalah keselamatan hati-hati dan lisan-lisannya bagi para sahabat Nabi sebagaimana disifatkan Allah dalam firmannya dan orang-orang yang datang setelah mereka mengatakan:”Ya Allah.. ampunilah kami dan saudara-saudarakami yang telah mendahuluin kami dalan beriman dan janganlah engkau menjadikan kedengkian dalam hati kami, Ya Allah.... engkaulah yang maha pengasih lagi maha penyayang”. Dan ketaatan Nabi sebagaimana dalam sabdanya:”janagnlah kalian mencaci maki terhadap sahabat-sahabaku, dan mereka menerima sesuatu yang telah ada didalam Al-Qur’an dan Hadits dan juga Ijma’ dari keutamaan-keutamaan mereka dan martabat-martabatnya.
Dan mereka mengutamakan oarang-orang yang telah memberi nafkah sebelum fathu makkah, yaitu hudaoibiyah dan orang yang saling berperang, dan kepada orang-orang setelah fathu makkah, dan mereka mendahulukan kaum muhajirin dari pada kaum anshor.
Dan mereka beriman bahwa Allah itu berfirman pada ahlil badar yang dari 319 orang yang berbunyi:” Kerjakanlah apa-apa yang kalian kehendaki, maka sungguh aku mengampuni kalian”.
Dan sesungguhnya Allah tidak akan memasukkan seseorang kedalam neraka yang saling berjual beli dibawah pohon, sebagaimana yang telah diberi tahukan oleh Nabi, tetapi sungguh Allah telah rela kepada mereka dan juga mereka rela kepadaNya, dan mereka lebih banyak dari 1400 orang.
Dan mereka menyaksikan orang-orang yang telah disaksikan Rasulullah disurga, seperti ’Asyrah, Tsabit bin Qais bin Syammasy dan selain mereka dari para sahabat.
Dan mereka menetapkan sesuatu yang telah dinukil dari Amirul Mu’minin yaitu Ali bin Abi Tholib dan lainnya. Bahwasanya sebaik-baik umat ini setelah Nabinya yaitu Abu Baka, kemudian Umar dan mereka menomor tigakan Utsman dan juga menomor empatkan Ali. Sebagaimana yang telah ditunjukka oleh atsar dan sebagaimana kesepakatan para sahabat atas memajukan Utsman dalam hal bai’ah.
Padahal sebagian ahlus sunnah sungguh berbada terhadap Utsman dan Ali ra setelah mereka sepakat atas memajukan Abu Bakar dan Umar, mana keduanya yang lebih utama? Maka ada segolongan yang memajukan Utsman dan segolongan yang lain diam dan juga mereka menomor empatkan Ali, ada segolongan yang memajukan Ali dan segolongan yang lain diam. Akan tetapi perintah ahlus sunnah menetapkan atas memajukan Utsman kemudian Ali.
Jikalau masalah ini adalah masalah Utsman dan Ali maka menuruit mayoritas ahluss sunnah tidak ada dasar-dasr yang menjadikan perbedaan pendapat yang menyesatkan masalah itu, akan tetapi yang menyesatkan itu adalah masalah ke khalifahannya, oleh sebab itu maka mereka percaya bahwa khalifah setelah Rasulullah adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.
Barang siapa yang mencaci maki pada ke khalifahan salah satu dari mereka, maka ia lebih sesat daripada merpati.

KEDUDUKAN KELUARGA NABI MENURUT AHLUS-SUNNAH Mereka mencintai keluarga Rasulullah dan menjadikan pemimpin terhadap keluarga beliau dan juga mereka menjaga wasiat Rasulullah terhadap keluarganya. Rasulullah bersabda pada hari Ghadir Kham: ” Aku akan menyebut kalian kepada Allah dalam keluargaku.” dan juga Rasulullah berfirman;” sesungguhnya Allah memilih Bani Isma’il dan memilih Kinanah dari Bani Isma’il dan memilih Quraisy dari kinanah dan memilih Bani Hasyim dari Bani Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim.
Mereka menjadikan istri-istri Rasulullah sebagai pemimpin yaitu sebagai Ummahatul Mu’minin, juga mereka percaya bahwa mereka itu adalah merupakan istri-istri Nabi di akhirat kelak, terutama Sita Khadijah, Ia merupakan seorang Ibu yang banyak anaknya, dan Ia adalah orang pertama kali percaya kepada Nabi, Ia penolong urusan Nabi, dan Ia punya rumah yang paling mewah dari Rasulullah.
Ash-shiddiqah binti Ash-shiddiq ra, bahwa Rasulullah berkata kepadanya:” keutamaan Aisyah atas wanita-wanita yang lain seperti keutamaan tsarid atas seluruh makanan.

MAUQIF AHLUS-SUNNAH WAL JAMA’AH PADA KAROMAH-KAROMAH PARA WALINYA
Dan dasar-dasar ahlus sunnah yaitu mempercayai karomah-karomah para wali dan apa yang Allah berikan kepada mereka dari luar kebiasaan, dalam masalah berbagai macam ilmu dan mukasyafat, dan macam-macam kehendak dan kemuliaan-kemuliaan, dan datangnya umat ini dari para sahabat dan para tabi’in dan semua kelompok umat adalah ada sampai hari kiamat.

SIFAT-SIFAT AHLUS-SUNNAH WAL JAMA’AH
Kemudian termasuk metode ahlus-sunnah wal jama’ah adalah mengikuti jejak-jejak Rasulullah baik secara batin dan dzahir, mengikuti jalan orang dari Assabiqunal Awwalun yaitu dari kaum muhajirin dan kaum anshor, dan juga mereka mengikuti wasiat Rasulullah sebagaimana sabdanya: ”Kalian wajib mengikuti sunnahku dan sunnah khulafur rasyidain yang telah mendapatkan petunjuk setelahku, mereka berpegang teguh dengannya, dan kalian wajib menjauhi Bid’ah, karena sesungguhnya semua yang bid’ah itu adalah menyesatkan”.
Dan mereka mengetahui bahwasanya sebenar-benarnya perkataan adalah firman Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhamad, dan mereka mengutamakan firman Allah daripada perkataan-perkataan selain-Nya, dan mereka mengutamakan petunjuk Nabi atas petunjuk-petunjuk yang datangnya dari selain-Nya.
Dan untuk hal ini mereka mengkhususkan ahlal kitab dan sunnah, dan mereka merngkhususkan ahlal jama’ah; karena sesungguhnya jama’ah adalah kumpulan, dan lawannya adalah terpecah-pecah, dan sesungguhnya lafadz al-jama’ah telah menjadi nama dari sebuah kaum yang berjama’ah.
Dan al-ijma’ adalah tiga dasar yang di dasarkan padanya dalam ilmu dan agama.
Dan mereka menghias dasar yang tiga ini kepada seluruh manusia dari perkataan-perkataan, amal-amal bathiniyah (yang tidak tampak) dan dzahiriyah (yang tampak) yang berkenaan dengan agama.
Dan al-ijma’ yang kuat adalah salafush-shalih, jika setelah mereka terjadi banyak perbedaan (perselisihan), maka tersebar (tersiar) pada umat.

PENJELASAN KESEMPURNAAN AQIDAH DARI KEMULYAAN AKHLAQ DAN KEBAIKAN AMAL-AMAL YANG AHLI SUNNAH KAGUM DENGANNYA
Kemudian dengan dasar ini mereka memerintahkan kepada kebaikan, dan melarang dari kemungkaran, atas apa-apa yang diwajibkan syari’at.
Mereka melihat penegakan haji, jihad, shalat jum’at dan hari raya bersama pemimpin-pemimpin mereka dalam kebenaran atau kejahatan dan mereka menjaga jama’ah.
Dan mereka berbuat baik dengan memberikan nasehat kapada umat, dan mereka mempercayai makna dari sabda Nabi: ”seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti bangunan yang kokoh, yang mana satu sama lainnya saling menguatkan, dan berkaitan antara jari-jarinya”.
Dan beliau bersabda: ”Perumpamaan seorang yang beriman dalam persahabatan, kasih sayang dan dalam saling menaruh simpati diabtara mereka sebagai mana satu badan atau jasad, apabila salah satu bagian darinya ada yang sakit bagian itu mengadukan kepada bagian dengan demam dan tidak bisa tidur”.
Dan mereka memerintahkan sabar ketika terkena bencana dan bersukur ketika lapang, dan ridlo dengan perjalanan takdir.
Dan mereka menyeru kepada kemulyaan akhlaq, dan kebaikan amal, mereka juga percaya dengan makna dari sabda Rasul:”Paling sempurnanya Iman seseorang adalah yang paling baik akhlaqnya.”, dan mereka mengajak agar supaya kamu menyambung tali silaturrahmi pada siapa saja yang memutuskannya, memberi kepada siapa saja yang mencegahmu, dan memaafkan siapa saja yang mendzolimimu, dan mereka memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung silaturrahmi, baik kepada tetangga, berbuat kepada anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, memberikan manfaat denan suatu yang dimiliki, mencegah dari kesombangan, hayalan, durhaka, memfitnah ciptaan dengan benar atau tidak, menyuruh kepada kemulyaan akhlaq dan mencegah dari perkara yang hina.
Dan setiap apa-apa yang mereka katakan atau mereka kerjakan dari ini dan yang lainnya. Maka sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang mengikuti Al-qur’an dan hadits. Jalan mereka adalah agama islam yang Allah mengutus nabi muhammad saw dari padanya.
Akan tetapi nabi muhammad saw mengabarkan sesunguhnya ummat Islam akan terbagi menjadi 73 golongan, semua akan masuk neraka keuali satu golongan yaitu al-jamaah. Dan dalam hadits nabi saw bersabda: mereka yaitu orang-orang yang sebagaimana saya dan para sahabatku hari ini adalah orang-orang yang berpegang teguh pada islam, orang-orng yang ikhlas dengan cara-cara mereka ahlisunah wal jamaah.
Dan mereka orang-orang benar, orang-orang yang bersaksi, orang-orang shalih, dan mereka mengetahui petunjuk dan juga mereka adalah pelita bagi kegelapan pemilik kebaikan yang terpuji dan keutamaan yang mengingatkan kepada mereka pengganti dan mereka adalah pemuka agama, yaitu orang-orang yang di kumpulkan bersama orang- orang islam atas hidayah. Dan mereka adalah golongan orang-orang yang mendapat pertolongan.
Sebagaimana sabda Rasulullah: masih dalam golongan ummatku atas kebenaran pertolongan, tidaklah mereka merugikan dari kesalahannya, dan tidaklah membiarkan mereka sehingga datang hari kiamat.
Kami bertanya kepada Allah, mengapa Allah menjadikan kami dari golongan mereka? Dan janganlah dibolehkan hati kami setelah urusan ini dan berilah kami dari ilmu kasih sayang , sesungguhnya Dia maha memberi.
Hanya Allah yang tahu.
Dan shalawat dan salam-Nya yang banyak atas Nabi Muhamad, keluarga dan sahabatnya.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. mari berkreasi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger